Setelah soal pelarangan outing dan seragam genderless, sepertinya Jepang selangkah lebih maju dalam kesetaraan dan keadilan bagi komunitas LGBTQ. Pasalnya, pada Rabu (17/3), pengadilan Jepang menyatakan bahwa dilarangnya pernikahan sesama jenis itu tidak konstitusional atau tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini menjadi secercah harapan bagi para pendukung bahwa Jepang akan segera menyetujui kesetaraan pernikahan setelah menjadi satu-satunya negara yang tak sepenuhnya mengakui pernikahan sesama jenis.
Pasal 24 dari undang-undang yang berlaku di Jepang mendeksripsikan pernikahan harus didasarkan atas “persetujuan bersama dari kedua jenis kelamin,” yang selama ini ditafsirkan hanya berlaku bagi seorang wanita dan seorang pria.
Namun menurut laporan Associated Press, Pengadilan Distrik Sapporo menemukan bahwa pelarangan pernikahan sesama jenis melanggar pasal 14 undang-undang Jepang yang melarang adanya diskriminasi karena “ras, kepercayaan, status sosial atau asal-usul keluarga.” Menurut pengadilan, orientasi seksual bukanlah pilihan, karena itu, tidak memberikan manfaat perkawinan kepada pasangan sesama jenis merupakan tindakan diskriminatif.
"Manfaat hukum dari pernikahan harus sama-sama menguntungkan baik homoseksual maupun heteroseksual," kata pengadilan tersebut pada AP.
Menurut Japan Times, enam penggugat yang terdiri dari dua pasangan pria dan satu pasangan wanita telah meminta ganti rugi sebesar 1 juta yen (sekitar 132 juta rupiah) per orang, dengan alasan sakit hati karena tidak dapat menikah secara resmi.
Kemenangan penggugat tersebut bersifat parsial. Dan seperti yang dilaporkan Times, pengadilan mengatakan bahwa tidak ada pelanggaran terhadap Pasal 24 karena hanya terkait dengan pernikahan heteroseksual, dan menolak tuntutan penggugat untuk kompensasi pemerintah.
Kendati demikian, pendukung LGBTQ tetap merayakan putusan tersebut yang diharapkan dapat mengawali hal terkait kesetaraan pernikahan lainnya.
"Sampai keputusan itu diumumkan, kami benar-benar tak menyangka hal inilah yang akan kami dapatkan. Saya sangat gembira," kata Gon Matsunaka, direktur kelompok aktivis Marriage for All Japan dan presiden konsorsium Pride House Tokyo.
Kasus gugatan terhadap pemerintah terkait permintaan hak pernikahan sesama jenis bukanlah hal pertama di Jepang. Pada hari valentine 2019 silam, ada 13 pasangan yang melayangkan gugatan pada pemerintah di kota Sapporo, Tokyo, Osaka dan Nagoya, dan beberapa bulan kemudian, 3 pasangan lainnya pun ikut melayangkan gugatan.
Kuasa hukum para pasangan itu berpendapat bahwa teks yang terdapat dalam undang-undang tersebut bermaksud untuk menghindari pernikahan paksa, bukan melarang pernikahan sesama jenis secara eksplisit.
"Hal ini menjadi langkah besar bagi Jepang. Kami sudah selangkah lebih maju untuk mewujudkan impian kami,” ujar Ai Nakajima pada BBC.
Sejak 2015, beberapa kota-kota di Jepan telah mengeluarkan “sertifikat partnership” bagi pasangan gay dan lesbian yang memang tak memiliki status resmi yang sama dengan penrikahan, namun membuat merka dapat berbagi hak kunjungan rumah sakit dan persetujuan rental yang sama. Dan per Januari 2021, Kyodo News melaporkan telah ada 74 kota yang melakukannya.
Kendati demikian, pasangan sesama jenis tak dapat mewarisi aset yang dimiliki oleh partner mereka, seperti hak orang tua untuk anak partner mereka.
Peraturan yang dibuat pada Rabu lalu juga tak akan merubah peraturan pemerintah. Masih dibutuhkan sebuah hukum baru untuk melegalkan pernikahan sesama jenis di Jepang. Namun, tetap saja peraturan tersebut menjadi sebuah harapan baru.
"Rasanya seperti mimpi. Kini pemerintah hanya perlu bertindak saja," kata salah satu penggugat pada Times.
Kanako Otsuji, seorang anggota partai oposisi dan seorang politisi gay di Jepang, mengatakan dalam sebuah tweet bahwa ia benar-benar bahagia dengan putusan tersebut dan mendesak badan legislatif untuk mempertimbangkan usulan amandemen guna memungkinkan pernikahan sesama jenis.
Reuters pun melaporkan bahwa Kepala Sekretaris Kabinet Katsunobu Kato mengatakan pada konferensi pers bahwa pemerintah akan mengawasi dampak dan kelanjutan dari kasus tersebut.
Jepang memang bukanlah satu-satunya negara yang tidak melegalkan pernikahan sesama Jenis. Di Asia sendiri, hanya ada satu negara yang melegalkannya: Taiwan. Namun, tetap saja Jepang adalah satu-satunya negara G-7 yang tidak sepenuhnya mengakui pernikahan sesama jenis.
Surat kabar The Times mengungkapkan bahwa meski seks gay telah dilegalkan di Jepang sejak 1880, stigma sosial membuat banyak anggota komunitas LGBT merasa sulit untuk terbuka pada keluarga mereka dan masyarakat.