Langit Jepang memang kerap dilewati oleh pesawat militer Amerika Serikat yang tengah berlatih atau memindahkan sesuatu dengan bebas tanpa adanya peringatan terlebih dahulu. Bahkan, pemerintah Jepang pun tidak memberikan jawaban jelas mengenai aktifitas pesawat tersebut. Karena itu, masyarakat pun mengambil tindakannya sendiri dengan membagikan informasi tentang pesawat Amerika melalui media sosial dengan sebuah hashtag di Twitter yang berbunyi "#OH Alert." Mayoritas mereka yang berkontribusi dalam membuat unggahan dengan hashtag ini adalah penduduk Okinawa, di mana hampir setiap harinya pesawat militer AS terbang,
Beberapa contoh cuitan nya misalnya: "Mungkin itu adalah sebuah helikopter besar. Terbangnya sangat rendah dan tepat di atas area pemukiman di Pedesaan Ginoza. #OH Alert" dan "Mungkin itu adalah sebuah Osprey. Pesawatnya bergerak ke Futenma. Jendela rumahku bergetar kencang dan membuatku kaget. 22:43 #OH Alert.” Dalam unggahan tersebut, sebuah video atau foto juga disisipkan.
Dilansir dari Mainichi, proyek "OH Alert" sudah berjalan mulai dari Februari 2018 silam. Saat itu, Prefektur Okinawa mulai mengalami “masalah” dengan adanya pesawat militer AS. Misalnya saja, pada Desember 2017, bagian dari pesawat militer AS ditemukan tersangakut di atap sebuah tempat penitipan anak di dekat U.S. Marine Corps Air Station Futenma di kota Ginowan, membuat ketidakpercayaan penduduk Okinawa pada pesawat AS tersebut meingkat.
"Aku frustasi karena pesawat militer AS bisa terbang tanpa masalah meski telah terjadi beberapa kecelakaan. Karena itu, aku ingin kita semua dapat membuat semua pesawat tersebut ‘terlihat’ terbang,” ujar penduduk di balik akun Twitter @OH_Alert yang tak ingin disebutkan namanya. Menurutnya, ia mengambil huruf "O" dari "Osprey tiltrotor aircraft," dan "H" dari "helicopter" membuatnya menjadi "OH Alert."
Menurut pria tersebut, sekitar 150 orang penduduk merasa simpatik dengan cuitannya dan mulai berkontribusi. Sekitar 20 orang di antara mereka juga berkontribusi secara rutin per harinya.
"Osprey dari Futenma dan pesawat transport besar dari Kadena Air Base terbang melewati kota dan lembah setiap minggu. Mereka terbang dalam ketinggian rendah, aku khawatir mereka akan menabrak kabel bertegangan tinggi dan meledak. Kondisinya makin buruk setiap tahunnya. Aku ingin agar orang-orang di pulau ini tahu bahwa tempat tinggal mereka sudah seperti medan perang,” ujar seorang pria penduduk Kota Amami yang rutin memberi informasi tentang aktivitas penerbangan di Amami Oshima.
Dari cuitan dengan hashtag #OH Alert, diketahui bahwa pesawat milter AS kerap terbang di malam hari dekat helipad yang berlokasi di fasilitas pelatihan tentara AS di Okinawa. Parahnya lagi, meski ada perjanjian bahwa pesawat militer tidak boleh terbang di atas pukul 10 malam, mereka tetap melakukannya.
Pemerintah Prefektur Okinawa pun telah meminta agar tentara AS tidak menerbangkan pesawatnya pada pagi hari dan larut malam. Namun, karena tak adanya ketentuan resmi, pemerintah Jepang pun tak dapat mengganggu cara tentara AS beroperasi. Artinya, impian para penduduk untuk hidup dengan tenang pun gagal.
Pria di balik akun @OH_Alert mengatakan bahwa 'OH Alert' membuktikan bahwa tentara AS terbang di wilayah yang luas dan “mengganggu.”
“Mengapa pesawat itu melanggar perjanjian (antara Amerika dan Jepang) serta terbang di malam hari? Aku ingin tentara AS memberi penjelasan pada kami,” ujarnya.
Sementara itu, Seiji Yanagida, walikota Kota Saku, Prefektur Nagano mengunggah cuitan di Twitternya pada 30 Mei 2019 silam untuk mencari informasi terkait sebuah obyek di angkasa.
"Di langit Kota Saku, ada sebuah benda terbang yang terbang sangar rendah dengan bunyi gemuruh mengiringinya! Mohon berikan informasi jika Anda melihatnya!,” tulis Yanagida dalam cuitannya.
Ya, laporan mengenai benda langit tersebut menjadi hal umum di Prefektur Nagano dalam beberapa tahun terakhir. Per 1 Oktober 2020, telah ada 1296 informasi tentang benda terbang tersebut dengan 468 di antaranya terjadi di Kota Saku.
Hal ini membuat Wakilokta Yanagida mulai tidak percaya pada permerintah pusat. Pasalnya, sekitar 6 tahun lalu, ada banyak laporan mengenai pesawat tersebut di Saku sekitar pukul 7 malam. Hal ini membuat Pemerintah Kota Saku menerima banyak telepon dari penduduk yang ketakutan. Saat pemerintah Saku bertanya tentang hal tersebut pada pemerintah pusat melalui Pemerintah Prefektur Nagano, jawaban yang mereka dapat hanya, “Itu bukan pesawat milik Japan Self-Defense Forces."
"Mengapa pemerintah pusat tidak memberitahu peswat dari negara apakah itu? Bukankah sudah jadi tanggung jawab negara untuk menjelaskan kepada penduduknya yang ketakutan? Menurutku masalah Status of Forces Agreement antara Jepang-Amerika bukan hanya masalah milik Okinawa," ujar Yanagida dengan marah.
Dari 1.296 kasus yang terjadi, pemerintah pusat pun akhirnya menjawab bahwa 620 di antaranya merupakan pesawat tentara AS, 76 milik Self-Defense Forces, dan 600 sisanya masih belum diketahui. Kini, Pemerintah Nagano dan Saku terus meminta tanggapan terkait masalah tersebut pada pemerintah pusat. Sayangnya, usaha tersebut masih nihil.