Kurangnya pasokan suatu bahan makanan di Jepang memang tak aneh, tapi kali ini, beda, para sweet-tooth di Jepang harus mengucapkan selamat tinggal sementara pada salah satu minuman coklat favorit kita, Milo. Ya, minuman yang terbuat dari campuran coklat dan malt ini akan ditarik peredarannya dari Jepang. Mengapa? Mari kita telusuri penyebabnya.
Milo sendiri memang sangat populer di Jepang. Pada September lalu, dealer dan grosir kehabisan Milo Original 240-gram dan Nestlé pun mengisi kembali pasokannya pada pertengahan November. Namun, pecinta Milo sepertinya benar-benar “haus” dan menghabiskan semua stok Milo yang ada dengan cepat. Diperkirakan, permintaan Milo tahun ini naik 700% dibandingkan dengan tahun lalu.
Dan kini, Nestlé mengumumkan bahwa mereka akan menangguhkan pasokan Milo Original 700-gram dan 240-gram selama musim dingin ini. Milo Original Stick Five-Packs pun akan mendapat nasib yang sama.
Artinya? Ya, penduduk Jepang tak bisa meminum milo sepanjang musim dingin ini karena penjualannya ditarik.
Dilansir dari Soranews24, Nestlé mengatakan bahwa hal ini disebabkan oleh sulitnya mengimpor bahan baku untuk memproduksi Milo dari Singapura. Diperkirakan, produksi akan kembali normal setelah Maret 2021 mendatang.
Tentu saja keadaan sulit ini dimanfaatkan oleh para reseller yang ingin membersihkan stok dari rak toko mereka. Di dunia e-commerce pun sama. Lihat saja, situs Mercari juga mulai diisi dengan mereka yang menjual Milo dengan harga super mahal. Dan karena stok Milo di Jepang bakal hilang selama musim dingin, pasti harganya makin tinggi ke depannya.
Mau lihat harga Milo di Jepang sekarang? Lihat cuitan netizen Jepang di bawah ini. Harganya bervariasi mulai dari 888 yen (sekitar 120.000 rupiah) hingga 4.380 yen (sekitar 520 ribu rupiah). Wow.
Netizen Jepang pun ikut berkomentar menanggapi hal ini:
“Seharusnya aku membelinya untuk stock kemarin…”
“Supermarket di daerahku sudah kehabisan Milo.”
“Minuman harianku…”
“Mengapa Milo bisa mendadak populer?”
“Aku telah meminumnya sejak kecil, dan kini Milo berada di tangan kotor para reseller.”
“Sepertinya Milo bisa jadi sebuah alat pertukaran di Mercari.”
“Nasibnya akan sama seperti para reseller Pizza Potato.”
Ya, sebelum Milo, keripik kentang Pizza Potato mengalami hal yang sama. Bahkan, reseller sempat menjual satu bungkus keripik ini dengan harga lebih dari 1,4 juta rupiah.
Namun, sang produsen, Calbee mampu meneruskan produksinya dan penjualan pun kembali lancar. Membuat para reseller hanya bisa gigit jari karena barangnya yang mahal tak laku.
Apakah Nestlé dapat melakukan hal yang sama dan membuat Milo kembali pada para penggemarnya di Jepang? Kita lihat saja nanti.