Di Amerika Serikat, sudah sangat lazim menemukan tuntutan hukum yang diajukan karena alasan sepele. Namun hal seperti itu jarang sekali ditemukan di negara lain seperti Jepang. Itu karena di Jepang akar budayanya masih sangat kuat dan kerukunan bersama menjadi sesuatu yang sangat penting. Namun mungkinkah tuntutan yang diajukan oleh seorang chef sushi berikut ini menandai era baru dalam masalah pengajuan tuntutan hukum di Jepang?
Dilansir dari DramaFever, di awal minggu lalu seorang chef sushi berusia 37 tahun di Tokyo yang memiliki riwayat depresi menuntut majikannya. Besaran nilai tuntutannya tak main-main karena mencapai 2 juta yen atau kira-kira 20000 USD. Tunggu sampai kalian mendengar alasan yang menjadi dasar tuntutan tersebut. Katanya, pekerjaan membuat sushi membuatnya stress. Lamanya waktu bekerja yang kadang-kadang mencapai 14 jam dalam sehari, ditambah dengan gerakan mengiris ikan dan cumi-cumi dan menempatkannya di atas nasi secara berulang-ulang di klaim membuatnya stress dan depresinya memburuk. Karena merasa tidak lagi bahagia, dia pun merasa berhak mendapat kompensasi atas segala "trauma emosi" yang selama ini dialami atas pekerjaannya.
Bagaimana menurut kalian atas tuntutan tersebut, apakah masuk akal atau mengada-ada?