Sementara para pecinta kucing di Jepang dapat menikmati ditemani kucing di kafe kucing tanpa harus memeliharanya, penetapan jam buka larut malam telah menjadi topik perdebatan sengit di antara teman-teman dari para kucing tersebut, yaitu para operator kafe dan organisasi kesejahteraan hewan. Mainichi Shimbun baru-baru ini mempelajari tentang masalah ini ke sebuah kafe kucing Tokyo.
Ketika masuk ke kafe kucing di distrik Ikebukuro, Tokyo pada sekitar pukul 8 malam pada hari kerja, sekitar 30 pelanggan berada di sana untuk menghabiskan waktu dengan para stafnya yang berkaki empat. Harga reguler di kafe tersebut adalah 200 yen per 10 menit, belum termasuk minuman, dan para pelanggan dapat bermain dengan total 17 kucing. Mereka juga dapat berbicara dengan teman-temannya dan membaca buku-buku, seperti di kafe biasa. Sementara itu, kucing-kucing tersebut tentu saja adalah kucing biasa pada umumnya, yang membiarkan para pelanggan memanjakan mereka tiap menit dan berganti dari satu pelanggan ke pelanggan berikutnya. "Karena aku tidak bisa memiliki kucing di rumah, ini adalah hal yang baik dari kafe kucing yang buka setelah jam kerja. Mereka adalah penghilang stres," kata seorang pelanggan tetap berumur 42 tahun sebelum melanjutkan untuk bermain dengan kucing di dekatnya. Kafe Ikebukuro buka dari pukul 11 siang hingga 10 malam. Pemilik kafe tersebut, Norimasa Hanada mengatakan, "Kucing-kucing menghabiskan waktu mereka di sini sesuka mereka. Karena kucing-kucing menjadi aktif di malam hari, mengunci mereka di kandang dapat membuat mereka stres." Pada tahun 2012 Kementerian Lingkungan Hidup Jepang mengeluarkan peraturan menteri berdasarkan UU Kesejahteraan dan Manajemen Hewan di mana berbagai operator toko-toko hewan peliharaan dan bisnis hewan lainnya hanya diizinkan untuk menempatkan hewan mereka pada pukul 8 pagi hingga 10 malam. Peraturan ini mulai berlaku setelah organisasi kesejahteraan hewan menyuarakan keprihatinan atas kesehatan berbagai anjing dan kucing di pet shop yang buka 24 jam. Berbagai operator kafe kucing menentang peraturan tersebut, dengan alasan bahwa mengurung hewan nokturnal seperti kucing di malam hari akan membuat mereka sangat tertekan dan bahwa peraturan tersebut akan merugikan bisnis mereka. Kementerian lalu mengadakan suatu pertemuan mengenai masalah tersebut dengan para ahli dan membuat pengecualian sementara selama dua tahun untuk berbagai kafe kucing di mana para kucing di atas usia satu tahun dapat "dipekerjakan" di kafe-kafe tersebut hingga pukul 10 malam. Ukuran interim tersebut berakhir pada Mei 2014, tapi diperpanjang untuk dua tahun lagi. Sementara itu, para pihak terkait telah meninjau peraturan tersebut. Tahun lalu, kementerian melakukan studi pada berbagai tingkat stres kucing di sembilan kafe kucing, menggunakan perangkat yang ditempatkan di sekitar leher mereka untuk mengukur aktivitas mereka sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan terdapat sedikit perbedaan antara kucing yang ditempatkan di kafe-kafe yang ditutup pada pukul 8 malam dan kucing-kucing yang masih bekerja hingga pukul 10 malam, yang gagal untuk membuktikan bahwa kucing lebih aktif pada malam hari. Sementara itu, angka-angka untuk konsentrasi hormon yang bertindak sebagai indikator stres tidak menunjukkan banyak perbedaan antara kedua kelompok kucing tersebut. Para ahli berkumpul untuk memperdebatkan peraturan berdasarkan hasil studi tersebut, tetapi tidak mencapai kesimpulan dengan alasan bahwa datanya tidak cukup. Hasil yang tidak meyakinkan ini menyebabkan perpanjangan dua tahun dari pengecualian peraturan untuk kafe kucing, di mana kementerian berencana untuk melanjutkan dan memperluas studi kesehatan pada kucing. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup, ada 225 kafe kucing di seluruh Jepang pada akhir Oktober 2013. Dari seluruhnya, 76 kafe buka hingga paling lambat pukul 8 malam. Di sisi lain, tidak banyak operator kafe anjing yang menentang peraturan tersebut, karena anjing-anjing di sana umumnya dibawa oleh pelanggannya berlawanan dengan disimpan dalam kafe itu sendiri. Profesor dari Teikyo University of Science, Yoshie Kakuma, yang turut ambil bagian dalam studi kementrian tersebut tentang tingkat stres kucing, menunjukkan bahwa Jepang harus belajar dari peraturan di beberapa negara Eropa di mana tempat yang disediakan per kucing sesuai standar hukum.