Saat ini adalah bulan Juli, tapi tanggal 3 Juni adalah 'hari lamaran' di Jepang. (Apakah ini hanya di Jepang?) Jadi, dalam kaitannya dengan hal ini, ada sebuah artikel tentang lamaran pernikahan di Jepang.
Seperti yang dilansir Japanstyle terdapat suatu cerita bahwa gadis-gadis Jepang dapat merasa jengkel karena para pria Jepang yang ragu-ragu ketika berkenaan tentang pernikahan. Menurut suatu survei, 70% dari wanita, yang memiliki pacar, sedang menunggu pacar mereka untuk mengajak menikah dengannya. Dan 70% dari seluruh wanita yang menunggu tersebut bersedia untuk menikahi pacar mereka saat ini (bagaimana dengan sisa 30%-nya ya?) Beberapa gadis tersebut bahkan mencoba untuk menunjukkan tanda-tanda yang sangat jelas bagi pacar mereka untuk membuat mereka tahu bahwa mereka bersedia untuk menikah (beberapa tanda tersebut bahkan dapat terlalu jelas dengan mengatakan "hei, aku punya beberapa lembaran berita pernikahan untuk kita").
70% wanita yang memiliki pacar, sedang menunggu...? Itu angka yang sedikit terlalu besar, bukan? Melihat berita pernikahan secara tiba-tiba bisa menjadi semacam situasi yang dapat menyebabkan serangan jantung, tapi bagaimana bisa para pria Jepang tidak menyadari yang gadis-gadis mereka rasakan? Apakah ini ada hubungannya dengan perbedaan ketika orang-orang ingin menikah? Survei ini juga menunjukkan bahwa mayoritas orang Jepang berpikir bahwa lamanya hubungan ideal hingga menikah tampaknya adalah 3 tahun atau kurang. Dan kata-kata lamaran pernikahan yang ideal adalah sebagai berikut; "Maukah kau menikah denganku?"; "Aku ingin berbagi tawa denganmu"; "Aku akan membuatmu bahagia sepanjang hidupku!" Tampaknya para wanita cenderung menyukai lamaran yang cukup alami dan langsung ke sasaran.
Di sisi lain, hasil survei tersebut menunjukkan secara mengejutkan bahwa 55% dari para wanita, yang sebelumnya pernah dilamar, mengatakan bahwa pengalaman mereka sebenarnya berbeda jauh dari apa yang mereka impikan. Apa ada yang salah dari mereka? Dalam beberapa kasus, para pria melamar kekasihnya di hadapan bosnya (kenapa harus ada bosnya?). Dan beberapa memulai lamarannya seperti percakapan, tapi tidak bisa berhasil sampai pada kesimpulannya, jadi pacarnya harus bertanya padanya sambil marah jika ia benar-benar ingin menikahinya atau tidak, dan jawabannya adalah 'ya' (siapa yang sebenarnya melamar di sini?). Tak perlu dikatakan lagi, para wanita menerima kasus-kasus seperti ini sebagai pengalaman yang romantis... Mengajukan lamaran pernikahan bisa membuat gugup para pria, tetapi 70% dari gadis-gadis yang memiliki pacar siap untuk hal itu, semoga pacar mereka akan melakukannya dalam waktu dekat ini.