Di Chonmage World, Anda boleh menjadi ninja, atau samurai, lengkap dengan senjata mautnya. Bisa juga menjadi putri cantik Jepang dengan kimono tradisional. Inilah sensasi wisata di Kota Ise, Perfektur Mie, Jepang. Waspadalah saat memasuki pintu gerbang Chonmage World. Anda akan melihat sosok ninja dengan kostum serba hitam berkelebat. Atau ada pula samurai yang jalan-jalan. Itulah Chonmage World, taman tematik (theme park) yang membawa kita ke Jepang pada zaman feodal. Nama Chonmage diambil dari gaya potongan rambut para samurai di zaman Edo (1603–1868). Gaya rambut botak di tengah dan panjang di samping tersebut juga digunakan oleh para pesumo Jepang. Taman ini menyewakan kostum ninja dan samurai, lengkap dengan senjatanya. Juga beragam kostum tradisional Jepang bagi perempuan. Dengan kostum itu kita boleh bergaya, berfotoria, dan ber-selfie-ria. Agak mirip-mirip dengan sensasi foto di Volendam, Belanda, di mana turis bisa berfoto di studio dengan pakaian nelayan tradisional Belanda. Perbedaannya, di Jepang selain berfoto, kita bisa berjalan-jalan ke ”dunia persilatan” dan merasakan sensasi sejenak menjadi seorang ninja. Termasuk blusukan ke benteng ninja.
Ada serangkaian permainan terkait ninja. Antara kita ditantang untuk masuk Rumah Sihir Ninja. Mirip rumah miring di Dunia Fantasi, Ancol, Jakarta, rumah ini menguji para ninja gadungan untuk menggunakan ”ilmunya” bergerak di lantai miring. Kastil Azuchi Pengalaman menjadi ninja akan semakin lengkap ketika kita mengunjungi Kastil Azuchi, di Azuchi Momoyama Culture Village. Dari Chonmage World tersedia mobil untuk menuju kastil yang berjarak kurang dari 1 kilometer. Kastil direkadaya dari bentuk aslinya sesuai data tertulis. Adapun kastil aslinya yang dibangun penguasa Oda Nobunaga pada era 1500-an telah musnah. Kastil yang berdiri di puncak bukit ini terlihat anggun dari kejauhan. Bangunan tujuh lantai ini bertinggi sekitar 40 meter terbuat dari kayu, dan dibanggakan sebagai bangunan dari kayu tertinggi di dunia. Interior plafon lantai atas kastil berlapis emas. Pengunjung tidak diperkenankan menyentuh lapisan emas berkilau dengan berat total 11 kilogram itu. Kastil menggunakan atap sirap sebanyak 160.000 lempeng. Di antaranya, sebanyak 10.000 lempeng berlapis emas di bagian puncak kastil. Atap di tingkat bawah sebanyak 50.000 lempeng menggunakan bahan lapis lazuli, sejenis batu berwarna biru. Di atas atap kastil rekaan itu terpasang Shachihoko, makhluk dalam cerita rakyat Jepang dengan kepala berbentuk harimau dan badan menyerupai ikan.
Shachihoko dipercaya bisa mendatangkan hujan. Itu mengapa sosok makhluk tersebut terpasang di atap-atap bangunan sebagai pelindung dari kebakaran. Shachihoko di Kastil Azuchi itu berlapis emas yang berkilau-kilau. Dari balkon paling atas kita bisa menyaksikan panorama sekitar, termasuk laut biru, dan pantai Ise yang berjarak sekitar 1 kilometer dari kastil. Kota Ise terletak sekitar 200 meter di Bandara Kansai Osaka, sekitar 3 jam jalan darat. Dari Jakarta, Garuda Indonesia melayani penerbangan langsung ke Osaka sebanyak empat kali penerbangan seminggu. ”Enter the Ninja” Ninja atau shinobi berkembang di Jepang di masa feodal pada abad ke-15, atau malah lebih tua dari masa tersebut. Mereka adalah orang sipil yang terlatih sebagai tentara bayaran yang harus siap bertarung di segala situasi. Setelah masa unifikasi Jepang di bawah Shogun Tokugawa, aktivitas ninja menyurut. Pada masa restorasi Meiji pada 1860-an, ninja berkembang menjadi cerita rakyat. Mereka digambarkan sebagai ”pendekar” yang menyelinap bagai siluman. Melata di dinding atau mengendap-endap di atap rumah tanpa terdengar. Ninja dalam cerita rakyat dikisahkan berlatar serba misterius, sebagai manusia setengah burung gagak. Dari folklore semacam itulah ninja berkembang menjadi budaya pop (pop culture) di Barat. Popularitasnya di ranah budaya masa menyaingi sosok para samurai. Ninja masuk jagat hiburan layar lebar di Jepang pada 1967 dalam Band of Ninja. Industri film Hollywood terpesona, dan sutradara Menachem Golan pun membuat Enter the Ninja (1981) dengan bintang Franco Nero, aktor koboi spagheti era 1960-an itu. Tren ninja berlanjut dengan American Ninja (1985) yang dibintangi aktor Michael Dudikoff. Tahun 1990 muncul kreativitas cerdas dengan Teenage Mutant Ninja Turtles.
Dalam budaya pop, ninja digambarkan sebagai pria berbalut pakaian serba hitam, dan hanya menyisakan sedikit celah di bagian mata. Ninja model ini adalah ninja versi panggung sandiwara Kabuki. Ninja aslinya menggunakan kostum biru tua dalam operasi malam mereka. Namun dalam tugas penyamaran, mereka menyesuaikan kostum dengan target operasi. Mereka misalnya bisa menggunakan pakaian ala petani, atau pedagang. Kostum serba hitam dan rapat itulah yang kemudian menjadi ikon ninja. Kostum ninja itulah yang disewakan kepada turis di Chonmage World. Jika jam sewa kostum sudah habis, ninja, samurai, dan para putri harus melepas kostum dan kembali menjadi ”rakyat jelata”. Yang tak terlepas adalah kenangan akan sepotong peradaban panjang Jepang yang menghasilkan kegesitan ninja, dan kejantanan samurai.