Ketika tiba saatnya untuk memilih dimana tempat terbaik untuk menghabiskan pergantian tahun, banyak orang akan memilih untuk berada di kota, dimana lebih banyak festival diselenggarakan dibanding kota kecil. Bagi mereka yang ingin berada di sekitar kota besar, namun di saat yang bersamaan mencari tradisi perayaan lokal dan tradisional, pergilah ke Kyoto.
Perayaan tradisional Tahun Baru di Kyoto dikenal dengan nama Okera-Mairi, yang digelar tahunan untuk memohon kesehatan di tahun mendatang.
Ritual ini digelar di Yasaka Shrine mulai dari pukul 19.00 pada tanggal 31 Desember hingga matahari terbit (kira-kira pukul 05.00 keesokan harinya). Klimaks dari ritual ini terjadi satu jam sebelum bergantinya hari hingga satu jam setelah Tahun Baru dimulai, yaitu antara pukul 23.00 hingga 01.00.
Nama dari ritual ini adalah "Okera", yang merujuk pada tanaman medis bernama "Atractylis Ovata". Penduduk setempat percaya jika tanaman tersebut dapat mengusir energi buruk dan jahat sepanjang tahun dan akan memberkati tahun mendatang dengan kesehatan yang baik dan panjang umur.
Di kuil ini, akar tumbuhan herbal tersebut akan dibakar dengan api untuk menciptakan sebuah pertunjukan api yang disebut "kagaribi".
Ada kepercayaan di antara orang-orang yang membawa pulang sebagian bara dalam api ini ke rumah. Mereka percaya jika kalian menggunakan bara tersebut untuk membuat api di rumah dan menyiapkan zoni - kuah kaldu dengan sayuran, ayam, dan kue mochi - yang merupakan masakan khas Tahun Baru di Jepang, atau untuk menyalakan lilin di depan altar, kalian dapat melewatkan satu tahun ke depan dalam damai.
Untuk dapat membawa api ini ke rumah, sebuah tali bambu disulut menggunakan api dari akar herbal, dan tali ini harus diayun-ayunkan secara konstan sehingga apinya tidak akan padam. Sejumlah nyala api merah yang terbakar di ujung tali menyimbolkan tontonan simbolis perayaan Tahun Baru di Kyoto.
Ketika "Joya-sai", atau ritual Tahun Baru telah selesai, api suci dinyalakan pada 3 lentera "Tooro" di daerah sekitar. Pengunjung memegang "Kitcho-nawa", atau tali yang dibuat dari serat bambu, di tangan mereka memegang tali yang menyala ujungnya, yang kemudian dibawa pulang dengan hati-hati sehingga bara halus itu tidak akan terbakar habis.