Suku Ryukyu adalah kelompok masyarakat adat yang hidup di kepulauan Ryukyu, yang membentang di barat daya pulau utama Jepang, dari sekitar Kyūshū hingga Taiwan. Pulau terbesar dan terpadat di kepulauan itu merupakan Pulau Okinawa yang sebenarnya lebih dekat ke Manila, Taipei, Shanghai dan Seoul daripada ke Tokyo. Orang Ryukyu berbicara menggunakan bahasa yang sama sekali berbeda dengan bahasa Jepang, namun pemerintah Jepang menganggapnya sebagai dialek. Selain itu, bahasa asli dari suku Ryukyu ini termasuk ke dalam bahasa yang terancam punah oleh UNESCO.
Suku Ryukyu tidak diakui sebagai kelompok minoritas oleh Jepang, karena otoritas Jepang menganggap mereka hanya subkelompok orang Jepang, mirip dengan orang Yamato dan Ainu. Meskipun tidak diakui, suku ini merupakan kelompok minoritas etnolinguistik terbesar di Jepang, dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 juta orang yang tinggal di Prefektur Okinawa saja. Sebanyak 600.000 lebih suku Ryukyu dan keturunan mereka tersebar di tempat lain di Jepang dan juga di seluruh dunia; sebagian besar dari mereka hidup di Hawaii.
Suku Ryukyu memiliki budaya yang berbeda dengan Jepang umumnya, mereka memiliki kesenian, makanan asli dan juga agama tersendiri. Penduduk hidup di pulau-pulau dalam isolasi selama berabad-abad, dan pada abad ke-14 mereka hidup di bawah naungan Kerajaan Ryukyu (1429-1879) yang melanjutkan perdagangan maritim dengan dinasti Ming Cina sejak tahun 1372. Pada tahun 1609 kerajaan diserbu oleh klan Satsuma sehingga mereka berada di bawah naungan dua negara antara negara Cina dan Jepang.
Selama periode Meiji, kerajaan Ryukyu (1872–1879), diambil alih oleh Kekaisaran Jepang. Pada tahun 1879, setelah aneksasi, wilayah itu ditata ulang sebagai Prefektur Okinawa dengan raja terakhir Shō Tai secara paksa diasingkan ke Tokyo. China melepaskan klaimnya terhadap kepulauan itu pada tahun 1895. Selama periode ini, etnis Okinawa, tradisi, budaya dan bahasa ditekan oleh pemerintah Meiji, yang berusaha mengasimilasi suku ryukyu sebagai orang Jepang (Yamato). Setelah Perang Dunia II, Kepulauan Ryukyu diduduki oleh Amerika Serikat antara 1945-1950 dan 1950-1972. Kini mereka berada di bawah kepemerintahan Jepang dan digunakan sebagai basis militer milik Amerika Serikat.
Agama asli dari suku ini menempatkan penekanan kuat pada peran perempuan di masyarakat, dengan perempuan memegang posisi sebagai dukun dan penjaga. Status wanita dalam masyarakat tradisional Ryukyu lebih tinggi daripada di Cina dan Jepang. Patung Shisa sering terlihat di depan rumah-rumah di sana. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan suku Ryukyu kuno bahwa roh laki-laki adalah roh yang datang dari luar dan roh perempuan adalah roh dari dalam.
Untuk pakaian tradisionalnya, suku ryukyu memiliki pakaian tersendiri yang bernama Ryuso. Ryuso adalah kostum tradisional Kerajaan Ryukyu yang berwarna cerah dan diwarnai dengan metode Bingata. Hal unik lain dari kebudayaan khas Ryukyu adalah makanannya. Dimana makanan goya chanpuru atau sayur pare campur menjadi makanan ciri khasnya. Kemungkinan besar kata chanpuru yang digunakan oleh mereka merupakan kata serapan dari kata campur. So, jangan-jangan suku Ryukyu juga masih memiliki keterkaitan dengan Indonesia?
(featured image: CNN)