Berita Jepang | Japanesestation.com

Di seluruh negara di dunia, proses lamaran, pertunangan, dan pernikahan, semuanya memiliki perbedaan dan ciri khasnya masing-masing, tergantung pada budaya, tradisi, dan berbagai faktor lainnya. Sebelum ke pernikahan, biasanya prosesnya diawali dengan lamaran terlebih dahulu. Dalam proses lamaran itu sendiri, biasanya pria lah yang akan meminta kekasih wanitanya untuk menikah dengannya.

Tetapi, tahukan kamu? Di Jepang, wanita juga bisa melamar dan meminta kekasih prianya untuk menikahinya! Berikut ini adalah perbedaan budaya lamaran dan pertunangan di Jepang dengan negara lain! 

1. Acara yang Besar Tidak Selalu Penting

Pasangan Jepang
Pasangan Jepang lebih suka lamaran sederhana? (savvytokyo.com)

Di negara-negara seperti Australia dan Indonesia, acara lamaran perlu direncanakan dengan cermat. Kisah lamaran publik yang berujung pada pemberian cincin sering terjadi.

Tetapi di Jepang, semua orang setuju lamaran yang tenang dan sederhana lebih umum di negara ini. Meskipun ada beberapa pria yang menyiapkan acara besar setelah mengetahui bahwa kekasihnya menginginkan hal itu. Kenapa hal ini bisa terjadi? Kemungkinan karena pria Jepang terlalu malu untuk memenuhi harapan pasangannya tentang lamaran yang romantis.

2. Tidak Dibatasi oleh Gender

Lamaran Pernikahan
di Jepang, wanita juga bisa melamar kekasih prianya (savvytokyo.com)

Perbedaan lain yang mengejutkan adalah bahwa di Jepang wanita pun bisa melamar kekasih prianya. Sebenarnya hal ini juga tidak begitu umum di Jepang, tetapi fakta bahwa tidak adanya pemberontakan dalam masyarakat dan sikap santai orang-orang, menjadikan fakta lain bahwa seorang wanita yang melamar suaminya bukanlah sebuah masalah di negara ini. Sekali lagi, teori “pria pemalu” mungkin menjadi alasan terjadinya hal seperti ini.

3. Cincin Hanya Dipakai Dalam Acara Khusus

cincin tunangan
Cincin Tunangan (savvytokyo.com)

Jika diperhatikan, kamu mungkin akan melihat beberapa wanita Jepang yang sudah menikah hanya memakai satu cincin, atau bahkan tidak memakainya sama sekali di tangan mereka. Sedangkan di beberapa negara, biasanya wanita yang sudah menikah memakai dua cincin, cincin pertunangan dan pernikahan.

Beberapa wanita Jepang yang ditanya tentang hal ini mengatakan bahwa mereka tidak menerima cincin saat pertunangan. Tetapi beberapa dari mereka juga mengatakan bahwa cincin tunangan hanya mereka pakai selama bertunangan, tetapi ketika menikah, mereka menggantinya dengan cincin pernikahan dan menyimpan cincin tunangan mereka. Selain itu, mereka juga hanya memakai cincin saat pergi ke acara-acara khusus, seperti ke pernikahan orang lain, atau acara kencan dengan pasangan.

4. Upacara Pertunangan Tradisional

upacara tradisional
Upacara pertunangan tradisional di Jepang adalah hal yang umum (savvytokyo.com)

Yuino adalah upacara tradisional yang diadakan setelah lamaran, dimana kedua keluarga bertemu dan bertukar hadiah simbolis, termasuk makanan laut kering, kipas angin, tali rami dan - tentu saja - uang, untuk mendoakan kemakmuran dan umur panjang bagi pasangan. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak pasangan Jepang yang tidak mengadakan upacara ini setelah lamaran. Tetapi upacara ini masih cukup umum, terutama di daerah pedesaan, meskipun terkadang hanya berupa makan malam antar keluarga saja tanpa bertukar hadiah.

Tradisi lainnya yang sudah jarang dilakukan saat ini adalah omiai antar keluarga untuk menemukan pasangan nikah dengan cara dijodohkan.

5. Bertunangan untuk Waktu yang Lama

membayar saat kencan japanesestation.com
Ilustrasi pasangan saat kencan (pakutaso.com)

Di beberapa negara lain, setelah acara pertunangan, biasanya pasangan dan keluarga langsung merencanakan pernikahan secepat mungkin. Tetapi di Jepang, semuanya bertahap. Pasangan Jepang biasanya melewati masa berkencan yang lama sebelum akhirnya memutuskan untuk bertunangan, dan mereka juga melalui masa bertunangan yang cukup lama untuk mempersiapkan pernikahan mereka. Beberapa pasangan yang ditanya tentang hal ini bahkan menyatakan bahwa mereka bertunangan selama delapan bulan sampai satu tahun, bahkan ada yang sampai 2,5 tahun sebelum melangsungkan upacara pernikahan.