Cerita-cerita klasik seringkali menginspirasi banyak budaya-budaya populer. Hal yang sama juga terjadi di Jepang. Negara ini banyak mengambil inspirasi dari legenda, cerita rakyat, dan mitologi mereka sendiri untuk industri hiburan. Godzilla misalnya, meskipun kaiju ini terinspirasi oleh Rhedosaurus dari film The Beast from 20,000 Fathoms (1953), film ini juga menunjukkan banyak tumpang tindih dengan mitos-mitos tradisional Jepang yang paling terkenal.
Artikel ini akan mengeksplorasi kesamaan Godzilla dalam beberapa sosok mitologi Jepang.
Sang Penghancur Kota dan Pembunuh Naga
Godzilla merupakan pada mulanya dikenal sebagai perwujudan kemarahan dan kehancuran dalam film aslinya di tahun 1954. Godzilla seringkali terlihat menghancurkan Tokyo dan menghujani dengan tembakan nuklir. Namun, seiring berjalannya waktu, Godzilla berubah. Versi modern dari karakter ini sering digambarkan sebagai penyelamat umat manusia, yang berawal dari film Ghidorah, the Three-Headed Monster pada tahun 1964, di mana Godzilla menjadi pahlawan dengan mengalahkan naga berkepala banyak.
Karakter Godzilla memiliki kemiripan dengan Dewa Susanoo.Gustav Heldt, seorang peneliti Sastra Jepang dari Universitas Virginia menerjemahkan nama dewa Susanoo dalam bahasa Inggris sebagai pria yang mengamuk dalam teks kuno Kojiki, teks tertua Jepang yang mencatat mitos dan silsilah kekaisaran Jepang,
Susanoo yang merupakan.saudara laki-laki Amaterasu, salah satu dewa terpenting dalam jajaran Dewa Shinto, adalah sosok yang memiliki banyak sisi, yang di sini merupakan eufemisme yang digunakan untuk menghindari kemarahannya.
Sering dikaitkan dengan laut dan badai serta digambarkan sebagai pejuang yang menakutkan, Susanoo pernah menghancurkan sawah saudara perempuannya, buang air besar di istananya, dan bahkan melemparkan seekor kuda yang dikuliti ke dalam ruang tenunnya.
"Kejahilan" terakhirnya menyebabkan dewi matahari mundur ke Gua Surgawi, memadamkan cahaya dari dunia. Namun setelah itu, Susanoo mengalami transformasi besar dan dibuang ke Bumi. Ia kemudian menjadi sosok heroik dengan mengalahkan naga berkepala delapan, Yamata no Orochi.
Sang Dewa Naga Air dan Raja Para Monster
Jepang memiliki begitu banyak dewa naga air sehingga ada satu aliran kepercayaan Shinto yang didedikasikan untuk memuja makhluk mitologi yang agung ini. Salah satu yang paling kuat di antara para dewa naga ini adalah Ryujin, raja dari semua kehidupan laut yang, seperti Susanoo, dapat mengendalikan badai dan menurunkan murka-Nya kepada semua orang yang melewatinya.
Tidak seperti Susanoo, senjata pilihan Ryujin bukanlah kuda yang dikuliti, melainkan api. Dalam mitologi Asia, naga biasanya tidak menghirup api, namun Ryujin terkadang dikaitkan dengan elemen ini. Salah satu cara Jepang memuja Kami adalah melalui Festival Api Ryujin, yang melibatkan boneka Ryujin besar yang dibuat untuk menyemburkan api kembang api, di Gero, Prefektur Gifu.
Uniknya Godzilla juga kerap dijuluki Raja Kaiju atau Raja Para Monster dengan senjata andalannya bernama halitosis. Meskipun tidak dapat dikonfirmasi apakah Godzilla memang terinspirasi dari Ryujin, tetapi patut dicatat bahwa Ryujin tampaknya juga memiliki kemampuan untuk berubah menjadi naga seperti ikan paus, karena nama Gojira terkenal sebagai kata serapan dari gorira (gorila) dan kujira (ikan paus).
Perwujudan dari Kemarahan Bumi
Salah satu kesamaan karakter Godzilla dalam mitologi Jepang dapat kita lihat juga pada sosok Daidarabotchi, yokai yang menyerupai pendeta raksasa. Meskipun Daidarabotchi terlihat seperti manusia botak biasa, ukurannya yang besar membuat makhluk ini memiliki ikatan erat engan gunung dan alam. Ciri yang sama juga terlihat pada Godzilla yang merupakan perwujudan dari kemarahan bumi yang ingin menghukum manusia karena penggunaan senjata nuklir.