Berita Jepang | Japanesestation.com

Semua kebudayaan di dunia memiliki berbagai cerita tradisional mengenai bencana alam, terutama gempa bumi. Dalam kepercayaan masyarakat kuno di Jepang, gempa bumi kerap dikaitkan dengan Namazu (鯰), yang mana merupakan seekor ikan lele (Catfish) raksasa yang diyakini tinggal di bawah tanah.

Sejarah Monster Penyebab Gempa Bumi

Dewa Kashima yang menahan Namazu dengan batu raksasa (Public Domain).
Dewa Kashima yang menahan Namazu dengan batu raksasa (Public Domain).

Ikan ini berkaitan erat dengan kisah Dewa Guntur atau Takemikazuchi-no-mikoto, dimana dewa tersebut bertanggungjawab menjaga Namazu agar tidak menciptakan malapetaka. Meskipun Namazu mampu menimbulkan kehancuran besar, Dewa Guntur yang heroik, Takemikazuchi-no-mikoto (Kashima Daimyojin) berhasil menundukkan makhluk ini, karena dialah yang memiliki batu khusus bernama kaname-ishi atau batu penyemat. 

Batu tersebut Dia gunakan untuk membebani kepala Namazu, membatasi pergerakannya sehingga membatasi intensitas gempa bumi. Ujung batu besar berukuran 15 cm yang masih menonjol menembus permukaan bumi ini dapat dilihat di Kuil Kashima di Hitachi, di timur laut Tokyo. Oleh karena itu, Michael Ashkenazi, seorang penulis tentang agama dan budaya Jepang, dalam tulisannya menyebut: 


“Bahkan jika bumi bergerak, jangan takut, karena kami (roh) Kashima menahan kaname-ishi di tempatnya”


Takemikazuchi dan Namazu adalah subjek populer dalam cetakan balok kayu Jepang, terutama cetakan bergaya ukiyo-e, dimana mereka digunakan pada Zaman Edo sebagai jimat di rumah-rumah penduduk untuk mencegah terjadinya gempa bumi yang serius dan meminta bantuan Takemikazuchi jika gempa terjadi. Gambar Namazu juga masih ada hingga saat ini, terutama di jalan raya untuk menandakan bahwa jalan raya ini akan ditutup jika terjadi gempa bumi besar.

Gambar Namazu masih dipakai hingga masa kini
Gambar Namazu masih dipakai hingga masa kini (Sabukaru)

Kepulauan Jepang sepanjang sejarahnya, telah mengalami gempa bumi secara periodik dan dahsyat, dimana 10% aktivitas seismik dunia terjadi di Jepang. Maka oleh sebab itu, penciptaan monster yang melambangkan peristiwa mengerikan ini merupakan mekanisme yang memungkinkan manusia untuk menjelaskan dan membenarkan kejadian tersebut di masa pra-modern.

Hubungan Erat antara Namazu dan Gempa Bumi

Ada kemungkinan legenda Namazu juga muncul dari klaim nelayan Jepang bahwa ikan berkumis mempunyai kemampuan memprediksi gempa bumi. Setelah gempa Ansei Edo tahun 1855, yang mana merupakan gempa terdahsyat dan telah memakan korban sekitar 7000 jiwa. Para nelayan Jepang mengaku telah memperhatikan ikan lele berperilaku aneh sebelum gempa terjadi.

Meskipun legenda Namazu telah ada selama berabad-abad, ada kemungkinan bahwa klaim serupa dari para nelayan zaman dahulu mungkin telah membantu mengilhami legenda aslinya.

Gagasan bahwa ikan berkumis dapat merasakan gempa bumi juga memunculkan penelitian ilmiah di Jepang. Penelitian tersebut mengungkapkan kemungkinan bahwa ikan lele dan binatang akuatik lainnya dapat memprediksi gempa bumi.

Simbol Positif Kelas Pekerja

Cetakan kayu yang mengisyaratkan satire terhadap kondisi sosial masyarakat pasca gempa saat itu
Cetakan kayu yang mengisyaratkan satire terhadap kondisi sosial masyarakat pasca gempa saat itu (Public Domain).jpg

Meskipun ikan lele menjadi makhluk yang sangat ditakuti setelah gempa bumi, kelompok masyarakat tertentu, yang sebagian besar diisi oleh masyarakat kelas pekerja menyembah Namazu. Seperti yang digambarkan dalam beberapa cetakan satir, masyarakat kelas pekerja yang menjadi sejahtera akibat gempa bumi seperti tukang bangunan, tukang atap, tukang kayu ditampilkan merayakan bersama dengan ikan lele di kawasan hiburan, sehingga mengisyaratkan gagasan distribusi kekayaan sebagai efek samping yang tidak disengaja dari gempa bumi. 

Upaya Namazu mungkin membawa kehancuran dan keputusasaan, namun ia memiliki sisi positif. Ikan ini mewakili pembaruan rutin dunia yang dikenal sebagai yo-naoshi, yang disambut baik oleh masyarakat miskin sebagai sebuah kesempatan untuk mengguncang kelas kaya, mendistribusikan kembali akumulasi kekayaan mereka, dan memulai awal yang baru.