Seppuku berasal dari gabungan Kanji 切 “Setsu” yang berarti “memotong” dan 腹 “Fuku” yang berarti “perut”. Sedangkan Harakiri berasal dari gabungan Kanji 腹 “Hara” yang berarti “perut”dan 切り “Kiri” yang berarti “memotong”.
Layaknya gabungan kanji yang sama pada kedua kata tersebut, meskipun urutan dan dibacanya berbeda karena aksara China dapat dibaca dengan dua cara dalam Jepang: kun-yomi dan on-yomi, maknanya pun juga sama. Namun, di Jepang sendiri orang-orang hampir tidak pernah menggunakan kata Harakiri, karena memiliki definisi secara langsung yaitu “memotong perut”, dan mengacu pada bentuk pengorbanan. Sedangkan Seppuku sendiri mengacu pada bentuk termulia bagi seorang samurai untuk mati, karena terdapat ritual dan tata cara yang harus dilkakukan.
Kebiasaan Seppuku (Harakiri) sendiri berasal dari abad ke-12. Di mana pada saat itu, kebiasaan ini dilakukan sebagai salah satu bentuk seorang samurai dan orang-orang dari kelas atas untuk menebus kejahatannya, mendapatkan kehormatan yang hilang, atau mengindarkan diri dari penangkapan yang memalukan oleh musuh. Namun, kebiasaan ini secara resmi mulai dilarang semenjak tahun 1873.
Lalu, kenapa harus bagian perut yang dipotong?
Alasannya tidak lain karena banyak dari orang Asia kuno yang percaya bahwa jiwa dan pikiran dari seseorang beristirahat dalam perut dan bukan pada otak, dan karenanya perut harus dipotong agar jiwa tersebut terbebas.
Orang yang melakukan Seppuku (Harakiri) biasanya akan mengenakan kimono berwarna putih, kemudian diberi waktu untuk menulis puisi kematiannya, terakhir mereka akan ditawarkan makanan kesukaannya. Di piring terakhir, mereka akan diberi sebuah belati, chokuto atau pedang pendek tanto. Kemudian, mereka akan membungkus setengah belati tersebut dengan kain, baru kemudian mereka melakukan prosesi Seppuku (Harakiri).
Oleh karena mereka yang melakukan prosesi Seppuku (Harakiri) biasanya tidak akan langsung mati dan justru akan mulai kesakitan akibat sayatan yang mereka buat, maka saat prosesi berlangsung akan ada seorang samurai lain atau “kaishakuin” yang berdiri di belakang mereka dan bertugas untuk memenggal kepala mereka beberapa saat setelah proses penyayatan perut tersebut.