Putra dari seorang geisha telah mewujudkan keinginan ibunya yang sekarat untuk membantu menghidupkan kembali "hanamachi" kawasan hiburan tradisional di Shinagawa Ward, Tokyo, dalam melakukan perannya yang mungkin sebagai satu-satunya geisha pria di negara tersebut. "Wajar bagi sebagian orang untuk mengatakan bahwa itu salah jika seorang pria melakukan apa yang secara tradisional adalah pekerjaan seorang wanita," kata Eitaro, yang mewarisi rumah geisha Matsunoya di distrik Minami-Oi dari ibunya. "Tapi saya ingin mewujudkan keinginan ibu saya yang belum selesai dengan cara apapun yang saya bisa dan berkontribusi ke dunia hiburan tradisional ini." Eitaro, nama geisha-nya, menghadiri sesi makan "ozashiki" di restoran tradisional Jepang "ryotei" yang eksklusif, di mana ia menampilkan tari-tarian klasik untuk para pengunjung. Hanya ada 20 geisha lainnya yang berpraktek di distrik tersebut. Sementara beberapa operator restoran menolak untuk memperbolehkannya melayani para pelanggan mereka, pria berusia 28 tahun itu mengatakan ia sekarang yakin bahwa itu adalah panggilan baginya untuk mengejar karir di salah satu tradisi hiburan yang paling ikonik di Jepang. Distrik Oi hanamachi di Shinagawa terletak berdekatan dengan Tokyo Bay di suatu daerah yang sekarang lebih dikenal dengan bangunan-bangunan kondominium bertingkat tinggi dan berbagai pusat perbelanjaan yang besar. Daerah itu memiliki 200 hingga 300 geisha pada masa kejayaannya setengah abad yang lalu. Eitaro dilahirkan dalam sebuah keluarga geisha dengan nenek buyutnya dan ibunya bekerja sebagai penghibur tradisional. Ibunya, yang memiliki nama panggung Mariko, mendirikan Matsunoya dan mengajarkan Eitaro tarian-tarian klasik. Ia melakukannya ketika ia masih berusia 8 tahun sehingga ia bisa menghadiri sesi ozashiki ketika geisha berada dalam jumlah yang sedikit. Ibunya pernah menyemangatinya, "Jika kamu menghadiri lima sesi ozashiki, ibu akan membelikan konsol game Nintendo." "Para pelanggan tidak bisa mengenali saat kamu memakai makeup putih dan duduk terdiam," ibunya dulu memberitahunya. Setelah masuk SMP, Eitaro mulai bermain basket, yang tetap menjadi hobinya. Ia pernah memendam keraguan tentang mengambil pekerjaan seorang wanita, tetapi ibunya hanya memperbolehkannya untuk terus bermain di klub basket sekolah dengan syarat bahwa ia terus menghadiri sesi ozashiki. Ia juga memenuhi permintaan ibunya karena ia tahu rumah geisha-nya berjuang secara finansial dalam era perubahan. Pada berbagai sesi makan, ia berpura-pura menjadi seorang gadis dengan tetap tenang. Namun, beberapa pelanggan menolak jasanya ketika mereka menyadari bahwa ia adalah seorang pria. Ketika Eitaro berusia 23 tahun, ibunya meninggal karena kanker serviks pada usia 47 tahun, meninggalkan anaknya (Eitaro), adik Eitaro dan 10 geisha yang bernaung di rumahnya. Eitaro bersumpah untuk membuat Matsunoya menjadi sukses dan mewujudkan impian ibunya dengan membawa kembali kehidupan ke budaya hanamachi di daerahnya. Tetapi mengelola bisnis dengan adat tradisional berada di luar kemampuannya, dan rumah geisha tersebut mengalami berkurangnya pesanan dari berbagai restoran ryotei. Setengah dari geisha Matsunoya mengundurkan diri, yang memaksa Eitaro secara serius mempertimbangkan untuk menutup rumah geisha tersebut. Ia nyaris tak bisa bertahan, dan sering mengingatkan dirinya tentang kalimat favorit ibunya, "Masa-masa sulit membawa peluang." Para pelanggannya juga membantu bisnisnya tetap bertahan. "Saya suka cara dia menyindir, meskipun leluconnya kadang-kadang tidak lucu sama sekali," kata Kazuhisa Yoshizawa, seorang eksekutif perusahaan berusia 65 tahun dari Kawasaki yang telah menjadi pelanggan Eitaro selama tujuh tahun terakhir. "Ketidaksempurnaannya adalah bagian dari pesonanya." Noboru, seorang geisha dengan pengalaman 40 tahun di distrik hanamachi yang mengoperasikan rumah geisha Yoshinoya, mengatakan, "Saya telah melihat berbagai pertunjukan oleh puluhan geisha, tetapi segala sesuatu dalam tarian repertoar Eitaro menampilkan semangatnya tidak seperti yang lain."