Jaman shogun dan samurai di Jepang mungkin telah lama berakhir, namun Jepang hingga kini masih memiliki satu atau mungkin dua orang ninja yang tersisa. Namun sayangnya, ilmu gelap ninja yang mengagumkan untuk hal-hal seperti pengintaian atau pembunuhan secara diam-diam yang selalu diturunkan dari satu generasi ke generasi itu, saat ini telah menuju akhir.
Ninja Jepang selalu diselimuti oleh misteri. Mereka disewa oleh oleh para prajurit samurai yang terhormat untuk melakukan pengintaian, menyabotase dan membunuh. Kostum mereka yang berwarna gelap biasanya menutupi sekujur tubuh mereka, menyisakan hanya bagian mata, hingga mereka hampir tak terlihat dalam bayangan - sampai mereka menyerang.
Menggunakan senjata seperti shuriken, proyektil berbentuk bintang tajam, dan sumpit fukiya, mereka beraksi secara diam-diam namun mematikan. Para ninja juga merupakan ahli pedang yang andal. Mereka menggunakan berbagai senjata mereka tidak hanya untuk membunuh, namun juga untuk membantu mereka memanjat tembok batu, untuk menyelinap ke kuil, atau mengamati musuh-musuh mereka.
Sebagian misi mereka bersifat rahasia sehingga hanya sedikit sekali terdapat dokumen resmi mengenai aktivitas mereka. Peralatan dan metode yang digunakan oleh para ninja itu diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya hanya menggunakan perkataan saja.
Dua orang master ninja yang tersisa saat ini, Jinichi Kawakami dari klan ninja Koka dan Masaaki Hatsumi dari klan ninja Togakure sama-sama menyetujui satu hal. Mereka berdua tidak akan menunjuk siapapun untuk mewarisi ilmu ninja yang mereka miliki dan menjadi grandmaster ninja berikutnya.
Kawakami telah menjadi murid seorang grandmaster ninja bernama Masazo Ishida dan mulai mempelajari ninjutsu (ilmu ninja) sejak usia 6 tahun. Ia kini merupakan kepala ke-21 dari keluarga Ban, satu dari 53 keluarga yang menciptakan klan Koka. Sementara itu, Hatsumi adalah pendiri dari sebuah organisasi seni bela diri internasional bernama Bujinkan, yang memiliki lebih dari 300.000 murid di seluruh dunia.
“Pada masa perang sipil, atau selama periode Edo, kemampuan ninja untuk memata-matai dan membunuh, atau untuk mencampurkan berbagai ramuan dan obat sangat berguna,” kata Kawakami. “Namun kini kita telah memiliki berbagai senjata, Internet, dan obat-obatan yang jauh lebih baik, sehingga seni ninjutsu tidak lagi memiliki tempat di era modern.” Sebagai akibatnya, ia memutuskan untuk tidak lagi mengambil seorang penerus. Kawakami hanya menjadi pengajar sejarah ninja paruh waktu di Universitas Mie. Begitu juga dengan Hatsumi. Walau ia memiliki banyak murid, ia telah memutuskan untuk tidak memilih seorang pun pewaris.