Berita Jepang | Japanesestation.com

Menjelang 25 Desember, Jepang mulai bersiap dengan Natal meriah. Juga penjualan Christmas Cake khas Jepang manis asam, kombinasi sponge cake dan strawberry. Walau sangat populer, kue ini tak ada hubungan dengan Natal.

Di Jepang Christmas Cake, Jadi Kue Lambang Kemakmuran dan Bukan Kue Natal
Foto: Thinkstock

Saat Natal ada satu hidangan yang dijual di setiap pojok kota yaitu Christmas Cake. Dessert ini terbuat dari sponge cake yang diberi siraman gula cair plus kirsch (brandy cherry), isian strawberry segar di tengah dan whipped cream di tengah dan di luarnya. Rasanya manis lembut dengan sentuhan rasa asam dari strawberry. Cake ini melambangkan kemakmuran dan kebangkitan kembali Jepang setelah Perang Dunia II. Setelah tragedi tersebut, prajurit Amerika membangun kembali Jepang. Ekonomi Jepang masih berantakan dan banyak kasus kekurangan pangan. Cake dari Amerika Serikat dilihat sebagai barang mewah untuk orang yang masih berusaha bangkit dari tragedi perang. “Cokelat manis, di atas semua itu diberikan oleh prajurit Amerika Serikat melambangkan kekayaan hidup di Amerika menurut anak-anak di Jepang,” tutur Hideyo Konagaya selaku antropolog budaya dalam sejarah Christmas Cake di Journal of Popular Culture (2001). Selain prajurit, misionaris Kristen juga melakukan perjalanan ke Jepang untuk memberikan hadiah Natal. Misionaris juga mengenalkan agama Kristen pada abad ke 16. Hari libur Natal baru ada beberapa tahun setelah perang berakhir. Masyarakat Jepang merayakan Natal tidak dalam segi agama tapi kemakmuran. Sponge cake pertama kali tersedia pada abad ke 17, tapi bahan yang dibutuhkan seperti gula, susu, dan mentega termasuk langka di Jepang sehingga kue hanya bisa dikonsumsi bangsawan. Setelah Perang Dunia II, ekonomi Jepang berkembang maju dan bahan kue tersebut mulai banyak dijual. Kelas menengah yang mulai bermunculan, meracik dessert ini sebagai simbol mereka telah berhasil naik kelas. Bentuk cake yang bundar dan warna yang dipakai yaitu merah (strawberry) dan putih (whipped-cream) merepresentasikan bendera Jepang. “Apapun yang putih dan bundar secara umum akan dihubungkan sebagai tempat suci. Kue ini adalah bagian dari hal kompleks yang masyarakat Jepang adaptasi dari negara barat, dimodifikasi ke kebutuhan mereka. Memiliki arti berbeda dan implikasi kepada masyarakat Jepang dibanding dari budaya yang mereka adopsi,” tutur Michael Ashkenazi selaku anthropolog dari Bonn International Center for Conversion.