Berita Jepang | Japanesestation.com

Kenaikan harga bahan makanan di Jepang mulai berdampak pada camilan tradisional khas negeri ini, takoyaki. Beberapa toko di Tokyo dan sekitarnya kini mengganti isian utama gurita dengan bahan alternatif seperti sosis, kamaboko (olahan ikan), hingga konnyaku (agar-agar dari umbi konjac), demi menjaga biaya produksi tetap terjangkau.

Salah satu contohnya adalah toko Horaiya yang terletak di dekat Stasiun Machiya-ekimae, Tokyo. Pemiliknya, Masako Hasegawa (77), menjelaskan bahwa sejak November 2023 mereka mulai menggunakan sosis sebagai pengganti gurita karena lonjakan harga pascapandemi COVID-19. "Biaya setelah pandemi terlalu tinggi untuk terus memakai gurita," ujarnya. Walau tak lagi menggunakan gurita, sajian "sosis-yaki" tetap disiapkan hangat dengan campuran kol, jahe merah acar, agetama (adonan goreng), kaldu dashi, dan saus ala Worcestershire Jepang.

Sebelumnya, lima butir takoyaki isi gurita dijual seharga 180 yen. Namun, meski sudah mengganti isian dengan sosis, kenaikan harga tepung dan bahan lainnya membuat harga harus dinaikkan menjadi 200 yen.

Meski beberapa pelanggan setia mengaku kecewa dengan perubahan tersebut, Hasegawa menyebut sosis justru digemari anak-anak dan orang lanjut usia karena lebih empuk dan mudah dikunyah. “Kami ingin terus menyajikan makanan enak dengan harga terjangkau,” katanya.

Menurut laporan Teikoku Databank Ltd. pada Desember 2024, kenaikan harga tepung, telur, tenaga kerja, dan listrik membuat bisnis makanan berbasis tepung seperti okonomiyaki dan yakisoba semakin menantang. Namun, yang paling terdampak adalah usaha takoyaki, mengingat harga gurita telah melonjak drastis.

Data Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang mencatat harga gurita di Tokyo naik hampir dua kali lipat dalam satu dekade—dari 277 yen per 100 gram pada 2014 menjadi 528 yen pada Mei 2025. Bahkan lebih mahal daripada harga tuna.

Beberapa waralaba besar takoyaki pun terpaksa menaikkan harga hingga 8% akhir tahun lalu. Di sisi lain, meningkatnya tren pesta takoyaki rumahan atau tako-pa membuat banyak orang mulai bereksperimen dengan bahan alternatif seperti chikuwa, keju, hingga telur ikan cod.