Berita Jepang | Japanesestation.com

Pasca pandemi, Jepang mengalami lonjakan kasus taksi ilegal yang dikemudikan oleh warga negara asing. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran bagi pihak kepolisian dan perusahaan taksi besar di Jepang. Sistem layanan ride-hailing di negara ini mengatur bahwa hanya perusahaan taksi berlisensi yang diperbolehkan mengoperasikan layanan tersebut, dan hanya di beberapa area terbatas.

Taksi ilegal ini dikenal sebagai "shirotaku" karena menggunakan pelat putih, berbeda dengan taksi resmi yang menggunakan pelat hijau. Kekhawatiran utama adalah celah hukum di platform online yang memungkinkan pengemudi tidak bertanggung jawab memanfaatkan situasi ini untuk mengoperasikan layanan taksi ilegal.

Brosur yang disebarkan kementerian transportasi kepada para wisatawan di bandara Narita
Brosur yang disebarkan kementerian transportasi kepada para wisatawan di bandara Narita, Prefektur Chiba pada 1 November 2023. (Website/Kyodo)

Kebangkitan pariwisata pasca-pandemi di Jepang memicu kembali isu ini, dengan proyeksi jumlah turis yang masuk pada 2024 melebihi rekor 31,88 juta kunjungan pada 2019. Salah satu kasus menonjol terjadi di Bandara Haneda pada 8 Februari, menjelang liburan Tahun Baru Imlek, di mana polisi mengejar sebuah van mewah dengan pelat putih yang mengangkut keluarga Taiwan. Layanan tersebut diketahui telah dipesan melalui situs perjalanan dengan biaya sekitar 40.000 yen.

Keluhan terhadap taksi tanpa izin yang menggunakan aplikasi China meningkat tajam dari dua kasus pada 2021 menjadi 20 kasus pada 2023. Pada Februari 2023 saja, lima pengemudi, empat di antaranya warga negara China, ditangkap terkait layanan ini. Pengemudi yang ditangkap diketahui terhubung dengan broker melalui aplikasi chat sosial media, yang menerima reservasi dari aplikasi ride-hailing luar negeri dan merekrut pengemudi untuk menyediakan layanan.

Beberapa pengemudi yang ditangkap membawa penumpang yang melakukan reservasi melalui Booking.com. Meskipun Booking.com menyatakan hanya bekerja dengan perusahaan berlisensi, polisi mencurigai adanya keterlibatan broker dalam bisnis ilegal ini. Polisi juga mengamati beberapa taksi tidak berlisensi menunggu penumpang di area populer seperti distrik perbelanjaan Ginza, Tokyo, yang meningkatkan risiko kecelakaan.

Industri taksi di Jepang menghadapi kekurangan pengemudi akibat pandemi, sementara perusahaan taksi menolak melonggarkan kontrol mereka atas pasar yang menguntungkan. Serikat Pekerja Transportasi Mobil Jepang juga menentang perubahan ini karena kekhawatiran keselamatan terkait jam kerja yang tidak diatur. Selain itu, masalah kelebihan kerja pengemudi menyebabkan undang-undang baru yang membatasi lembur tahunan beberapa pengemudi mulai berlaku sejak April 2024.

Pemerintah Jepang telah melonggarkan regulasi untuk mengizinkan uji coba ride-hailing di beberapa kota termasuk Tokyo dan Osaka. Program ini akan diperluas ke lebih banyak lokasi mulai Mei, menjelang World Expo 2025. Perdana Menteri Fumio Kishida menginstruksikan menteri kabinet untuk mulai membahas pelonggaran aturan ride-hailing. CEO Uber, Dara Khosrowshahi, juga mendesak perubahan aturan agar pengemudi bisa bekerja secara independen tanpa harus dipekerjakan oleh perusahaan taksi.

Meskipun ada prospek pelonggaran aturan taksi pribadi, otoritas kepolisian menekankan pentingnya mencegah taksi berpelat putih mengambil keuntungan dari sistem ride-hailing yang sah. Pemerintah dan otoritas terkait terus berupaya menjaga keseimbangan antara kebutuhan pasar dan keamanan, memastikan bahwa layanan taksi di Jepang tetap diatur dengan baik demi kenyamanan dan keselamatan penumpang.