Pengadilan Tinggi Tokyo memutuskan bahwa tidak adanya pengakuan hukum terhadap pernikahan sesama jenis telah melanggar konstitusi pada Rabu (30/10). Larangan tersebut dinilai mengarah pada perlakuan diskriminatif berdasarkan orientasi seksual. Ini adalah kali kedua Pengadilan Tinggi Tokyo mengeluarkan putusan tersebut.
Dilansir melalui Kyodo, hakim ketua Sonoe Taniguchi mengakui bahwa pengakuan terhadap hak untuk menjalin hubungan pernikahan dengan pasangan bagi semua orang harus dihormati, termasuk pasangan sesama jenis. “Tingkat penerimaan sosial dan perlindungan pada pasangan sesama jenis telah meningkat,” ujarnya.
Pengadilan Tinggi Tokyo telah menolak permintaan ganti rugi dari para penggugat. Ketujuh penggugat telah menuntut ganti rugi kepada negara sebesar 1 juta yen. Menurut mereka, larangan pernikahan telah melanggar konstitusi dan jaminan atas hak kebebasan.
Pihak Pengadilan Tinggi Tokyo mengungkapkan bahwa Mahkamah Agung belum memberikan keputusan terkait masalah ini, sehingga pengadilan tidak dapat memutuskan kewajiban pemerintah untuk memberi ganti rugi atas kegagalan parlemen dalam mengambil keputusan legislatif.
Yoshimasa Hayashi selaku Kepala Sekretaris Kabinet dalam konferensi pers mengatakan pihak pemerintah akan memantau perkembangan tuntutan hukum dengan cermat. “Hal ini menyangkut dasar kehidupan masyarakat dan pandangan setiap orang tentang keluarga,” ungkapnya.
Sebelumnya, para penggugat telah mengajukan gugatan ke berbagai pengadilan lainnya. Pengadilan Tinggi Sapporo dan Fukuoka berada dalam pendapat yang sama dengan Pengadilan Tinggi Tokyo, pun dengan pengadilan distrik Sapporo dan Nagoya.
Jepang menjadi satu-satunya negara G7 yang belum melegalkan pernikahan sesama jenis meski ada tekanan yang meningkat dari komunitas LGBTQ.