Berita Jepang | Japanesestation.com

Mengajarkan agama pada orang lain tidak melulu harus dengan cara umum seperti berkhotbah di depan jemaat. Bisa saja kan menggabungkan khotbah dengan seuatu yang “unik” seperti musik rock misalnya? Nah, itulah yang dilakukan seorang pastor asal Jepang, Kazuhiro Sekino. Pastor keren ini mengajarkan agama lewat musik rock!

Penampilan pastor Jepang berusia 39 tahun ini memang tidak seperti pastor pada umumnya, berambut panjang dan mengenakan jaket kulit hitam di atas jubahnya. Nah, ternyata bukan hanya penampilan yang membuatnya unik, gereja tempatnya bekerja, Tokyo Lutheran Church, berlokasi di tempat yang “tidak umum” sebagai lokasi gereja.

Gereja itu terletak di Okubo, sebuah area di Distrik Shinjuku yang dikenal dengan nama Koreatown, dekat dengan red-light district terpopuler Jepang, Kabukicho. Lokasi uniknya itu membuat gereja ini kerap dukunjungi mereka yang bekerja di dunia malam Jepang, mendengarkan khotbah Sekino, di mana terkadang pastor unik ini memainkan bass elektriknya sambil berkhotbah.

pastor Jepang musik rock japanesestation.com
Kazuhiro Sekino, pastor "rocker" Jepang (mainichi.jp)

Sebelum menjadi seorang pastor, Sekino tergabung dalam sebuah band. Namun, saat ia menginjak tahun ketiga di universitasnya, sang adik yang menderita down syndrome ambruk akibat diabetes.

Dokter yang merawat adiknya sempat mengatakan bahwa adik perempuannya itu hanya memiliki beberapa hari lagi untuk hidup. Di saat itulah, Sekino menelepon seorang pastor untuk mendoakan adiknya. Ajaibnya, setelah sang pastor datang, kondisi adik perempuan Sekino berangsung membaik dan hidup sehat hingga kini.

“Aku tak mengatakan bahwa doa pastor itu yang menyelamatkan adikku. Namun, hal itu menyadarkanku betapa pentingnya mendampingi orang yang membutuhkan bantuan,” ujar Sekino.

Setelah kejadian tersebut, ia pun membuang mimpinya untuk menjadi seorang bintang rock dan mendaftarkan dirinya ke Japan Lutheran College, di Mitaka. Setelah lulus, ia ditugaskan ke Tokyo Lutheran Church dan menjadi kepala pastor pada 2010. Pekerjaanya membuatnya lupa pada musik, namun akhirnya kembali menyentuh bass miliknya pada 2013 saat diminta beraksi di atas panggung dalam sebuah festival.

Setelah itu, ia mengumpulkan pastor lain yang dapat memainkan alat musik dan membentuk Boxi Rocks, sebuah band yang namanya merupakan permainan kata dari kata “bokushi” dalam bahasa Jepang yang berarti “pastor.”

Boxi Rocks tetep eksis dan manggung hingga kini. Namun, akhir-akhir ini, Sekino lebih sering beraksi secara solo.

“Aku pernah diundang untuk memberi khotbah sambil memainkan lagu “We Will Rock You” milik Queen di Meiji Gakuin University” ujarnya.

Ya, metode khotbah Sekino memang tidak umum, tapi ia percaya bahwa hal ini merupakan cara yang berguna untuk berkhotbah di negara di mana penganut agama Buddha jauh lebih banyak dibanding Kristen. Menurutnya, cara penyampaiannya yang kasual dan tidak biasa adalah salah satu alasan mengapa banyak orang yang nyaman mengunjungi gerejanya.

pastor Jepang musik rock japanesestation.com
Kazuhiro Sekino, pastor "rocker" Jepang (mainichi.jp)

“Orang yang menderita akibat penyakit seperti memiliki sensor khusus untuk datang kepadaku,” ujar pastor Jepang yang pada Oktiber 2018 lalu menerbitkan sebuah buku berjudul “Kami no Shukufuku o Anata ni: Kabukicho no Ura kara Goddoburesu!” (“God Bless You: God bless dari belakang Kabukicho”) sebuah buku yang menceritakan tentang orang-orang menarik yang mengunjunginya gerejanya. Salah satunya, seorang hostess asal Filipina yang meminta Sekino menggelar pemakaman bagi ayahnya, seorang asylum seeker yang kerap mengemis dan seorang pemabuk kesepian yang berkeliling saat Natal dan meninggalkan secangkir sake sebagai hadiah.

“Masih banyak kejadian ajaib yang terjadi, sampai-sampai tak bisa ditulis dalam buku. Rasanya melelahkan saat berurusan dengan mereka, namun aku berkata pada diriku sendiri bahwa aku adalah seorang pastor dan harus belajar dari orang-orang ini,” ujar Sekino.

“Ada rumah sakit bagi penderita kanker dan pengacara saat kamu mengalami masalah hukum. Namun, kami hadir di gereja ini untuk mendengarkan dan membantu orang-orang yang dipenuhi pikiran untuk bunuh diri, adiksi dan kesulitan lain setiap hari,” tutupnya.

Sumber:

Japan Times

Atlas Obscura