Penyedia layanan pesan singkat Line Corp. mengatakan pada Rabu (17/3) lalu bahwa informasi pribadi penggunanya telah diakses tanpa izin oleh para teknisi di Cina.
Line, aplikasi yang digubakan oleh lebih dari 86 juta orang di seluruh Jepang ini memang mengatakan dalam pedoman perlindungan datanya bahwa informasi pribadi pelanggan dapat ditransfer ke luar negeri. Kendati demikian, mereka tidak merinci negara asing manakah yang dimaksud meski berdasarkan revisi undang-undang perlindungan informasi pribadi pada Juni tahun lalu, hal tersebut wajib dicantumkan.
Line mengatakan bahwa sebuah afiliasi di Cina yang dipercaya untuk mengembangkan teknologi artificial intelligence (AI) telah mengakses database Line setidaknya sebanyak 32 kali.
Empat teknisi dari perusahaan afiliasi Line di Cina dapat melihat nama, nomor telepon dan alamat email serta pesan tak pantas yang dilaporkan oleh pengguna sejak musim panas 2018. Kendati demikian, pesan konvensional tidak dibaca karena adanya enkripsi.
Line juga mengatakan bahwa pihaknya telah mengonfirmasi tidak ada penggunaan data yang tidak tepat dan telah memblokir akses database-nya dari Cina pada bulan Februari lalu.
Operator dari Line juga telah melaporkan masalah tersebut ke Komisi Perlindungan Informasi Pribadi pemerintah dan akan segera membentuk panel pihak ketiga untuk menyelidiki insiden tersebut.
Sementara itu, Kepala Sekretaris Kabinet Katsunobu Kato mengatakan pada konferensi pers bahwa pemerintah akan menanggapi masalah tersebut dengan tepat setelah mengkonfirmasi rinciannya. Komisi pemerintah juga mengatakan akan menyelidiki kasus tersebut, termasuk apakah Line mengawasi afiliasinya dengan benar.
Tak hanya itu, sumber terkait juga mengatakan bahwa sebuah perusahaan Jepang yang dipercaya untuk memantau komentar yang tidak pantas di papan buletin Line ditemukan telah mengalihkan pekerjaan tersebut ke sebuah perusahaan Cina yang berbasis di Dalian, China.
Di Jepang, kegunaan aplikasi Line terus meningkat sebagai sebuah alat komunikasi sosial utama dan aplikasi tersebut juga digunakan sebagai infrastruktur informasi oleh pemerintah daerah dan organisasi lain di negara tersebut. Line juga cukup populer di Taiwan, Thailand dan Indonesia.
“Kebocoran” data tersebut tentu membuat pengguna khawatir. Apalagi, di tengah persaingan supremasi teknologi yang semakin ketat antara AS dan Cina, kewaspadaan atas penguasaan informasi di Tiongkok juga meningkat di Jepang.
"Merupakan masalah besar untuk menawarkan informasi pribadi pelanggan termasuk nama dan nomor telepon kepada pihak ketiga di luar negeri tanpa persetujuan pengguna," kata Noboru Matsuzawa, manajer departemen penelitian perbaikan sosial dan desain kehidupan di NLI Research Institute.
Ia juga mengatakan bahwa pemerintah Komunis di Cina dapat mengumpulkan informasi yang lebih luas dibanding negara demokratis seperti Jepang, sehingga "sangat buruk" bagi Line untuk mengizinkan orang luar membaca pesan tidak pantas yang dilaporkan oleh penggunanya.
Sebelumnya, diketahui bahwa Line telah bergabung dengan Z Holdings Corp., operator layanan internet Yahoo Jepang pada 1 Maret lalu untuk memperluas bisnis layanan online secara global dan bersaing dengan raksasa teknologi AS dan Cina.
Semoga data para pengguna Line tetap aman ya!