Beberapa waktu lalu, Polisi Kota Metropolitan Tokyo baru saja menahan empat orang pria yang dicurigai telah melakukan hal tidak senonoh terhadap seorang wanita di dalam kereta pada awal tahun 2018. Pria yang melakukan pelecehan seksual dengan meraba-raba bagian tubuh wanita di kereta yang ramai, atau dikenal dengan istilah chikan tersebut memang merupakan salah satu masalah kejahatan serius yang ada di Jepang.
Ada berbagai strategi yang bisa dilakukan untuk membantu terhindar dari chikan, seperti menggunakan kereta khusus wanita hingga stiker rasa malu yang tidak mungkin bisa dicuci, yang dapat dicapkan oleh para korban wanita di tangan orang yang melakukan tindakan tersebut. Kumi Sasaki adalah seorang korban chikan yang baru saja menerbitkan sebuah buku, di mana ia mencatat pengalaman traumatisnya.
Sejak usia 12 hingga 18 tahun tahun, dia selalu diraba-raba di hampir setiap hari dalam perjalanannya pulang pergi ke dan dari sekolah, selama enam tahun berturut-turut. Sasaki sendiri saat ini tinggal di Paris, bukunya pun berbahasa Perancis dan diterbitkan di negara tersebut dengan judul Tchikan yang telah dirilis sejak bulan November tahun lalu.
Sasaki menggambarkan kejadian yang terjadi di seluruh sekolah menengah dan atas yang untuknya, semuanya mengerikan dan meyeramkan. Ia pun mengingat kejadian chikan pertamanya saat berada di Jalur Yamanote di Tokyo, ia merasa tangan pria yang menggosoknya. Sebuah ilustrasi pun dibuat di bukunya dengan tulisan, Kiri: "Apa yang orang lihat di luar" dan "Saya di sini!," serta Kanan: "Apa yang terjadi di dalam."
"Jari-jari tangannya yang tidak biasa masuk ke dalam kerah blusku. Lalu dia menyentuh punggungku, dia menyentuh kakiku, pinggangku, bahkan pantatku. Dia meletakkan tangannya langsung di bawah pipi, dengan diam mengangkat rokku hanya dengan menggerakkan jari-jarinya, dan dia menyentuh paha kiriku di bawah rokku," ujar Sasaki dalam bukunya. Tak berakhir di situ saja, hampir setiap hari selama enam tahun berikutnya Sasaki terus diserang selama perjalanannya menggunakan kereta. Pelakunya pun bervariasi dari pria berusia belasan hingga usia tujuh puluhan.
Sasaki menulis Tchikan untuk menyebarkan kabar tentang bagaimana chikan lebih berbahaya daripada yang disadari orang. Dia mengatakan bahwa banyak orang Jepang menganggap ini hanyalah sebuah hal kecil, dan bukan merupakan suatu masalah besar. Insiden chikan yang diperlakukan sepele di Jepang membuat Sasaki terisolasi hingga tidak bisa mencari pertolongan untuk melepaskan rasa sakitnya, dan dengan menulis buku ini dia ingin menunjukkan seberapa dalam luka yang dihasilkan dari chikan.