Rustono (43) terlahir di kota kecil Grobogan, Jawa Tengah ternyata tidak menyurutkan semangat juang untuk meraih mimpi besarnya. Siapa sangka bila seorang mantan bell boy Hotel Sahid Yogyakarta ini sekarang bisa sukses merintis usaha tempe di negeri sakura (Jepang).
Meskipun bisnisnya kini telah berkembang dengan pesat, namun perjalanan suksesnya dalam membangun usaha tempe tidaklah semulus apa yang kita bayangkan. Setelah memutuskan untuk menuntut ilmu di Akademi Perhotelah Sahid pada tahun 1987, ia kemudian merintis karirnya sebagai seorang bell boy di Hotel Sahid Yogyakarta hingga bertahun-tahun lamanya. Pengalaman inilah yang kemudian mempertemukan Rustono dengan seorang wanita asli Jepang bernama Tsuruko Kuzumoto, yang kini telah dipersunting sebagai istrinya.
Di tahun 1997, Rustono memutuskan untuk hijrah ke Kyoto, Jepang untuk melanjutkan hidup baru bersama istri tercintanya. Dari sinilah perjuangan Rustono mulai dirintis dari awal. Ia bekerja di beberapa perusahaan Jepang mulai dari perusahaan sayur-mayur higga perusahaan roti yang semuanya menuntut ketelitian dan tanggungjawab cukup besar dari para karyawannya. Rustono yang saat itu berprofesi sebagai seorang karyawan, mendapatkan banyak ilmu dari masyarakat di negeri matahari terbit tersebut, baik dari perilaku hidup sehari-hari maupun dari segi etos kerja para karyawan yang relatif cukup tinggi.
Berbekal pengalaman dan pengetahuannya di beberapa sektor industri, hati kecil Rustono mulai terdorong untuk membuka peluang bisnis baru yang belum pernah ada sebelumnya di Negara Jepang. Terinspirasi dari makanan nato (sebangsa makanan dari kedelai yang rasanya sangat khas orang Jepang), ayah dari Noemi Kuzumoto ini mencoba menekuni sektor bisnis makanan dan membuat tempe dengan sedikit pengetahuan yang pernah Ia ketahui.
Proses trial and error ia jalani kurang lebih selama empat bulan, bahkan ia rela pulang ke Indonesia selama tiga bulan hanya untuk belajar membuat tempe yang lezat dari 60 pengrajin tempe di seluruh Pulau Jawa. Kuatnya tekad dan semangat Rustono untuk terus belajar memproduksi tempe, akhirnya membuahkah hasil manis sehingga Ia berhasil membuat tempe yang lezat dengan bantuan ragi dari Indonesia, dan memanfaatkan sumber mata air di sekitar kediaman mertuanya.
Setelah berhasil memproduksi tempe dengan sempurna, ternyata masih banyak kendala usaha yang dihadapi oleh Rustono. Salah satunya yaitu mengenai izin produksi di Negara Jepang yang cukup rumit (harus melalui berbagai tahap penelitian dan tes), serta kendala iklim alam yang kurang bersahabat karena memiliki kelembapan udara kurang dari 60%, sehingga proses fermentasi tempe tidak bisa berjalan maksimal tanpa bantuan peralatan khusus yang bisa menjaga kestabilan cuaca.
Semua kendala tersebut dijadikannya sebagai sebuah tantangan baru, hingga pada akhirnya ia berhasil mengantongi perizinan dari pemerintah setempat dan memasarkan produk tempenya dengan merek Rusto Tempeh yang dilengkapi dengan ilustrasi gambar suasana kehidupan kampung di Pulau Jawa.
Dengan memanfaatkan kemasan produk 200 gram, sekarang ini kapasitas produksi Rusto Tempeh bisa mencapai 16.000 bungkus setiap lima hari. Ia memasarkan produk tempenya hampir ke seluruh kota di Jepang, baik di perusahaan jasa boga, rumah makan vegetarian, toko swalayan, sekolah-sekolah, hingga ke beberapa rumah sakit di Fukuoka.
Kerja keras dan semangat juang Rustono di negeri sakura, kini telah terbayar dengan keberhasilan usaha tempe yang ia rintis. Bila dulunya usaha tempe Rustono dijalankan di rumah kecilnya, kini suami Tsuruko Kuzumoto ini telah membangun pabrik tempe di kawasan pinggir hutan yang bermata air dan memanfaatkan lahan seluas 1.000 meter2. Semoga kisah pengusaha sukses dari Grobogan, Jawa Tengah ini memberikan manfaat bagi para pembaca dan menginspirasi seluruh lapisan masyarakat untuk segera memulai usaha.