Bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Jepang pada 2011 lalu menyisakan duka bagi ratusan ribu penduduk Jepang. Sebagian besar dari mereka terpaksa meninggalkan atau malah kehilangan rumahnya.
Seperti dikutip dari Fastcoexist.com, para korban bencana itu kemudian bermukim di "rumah-rumah boks" buatan pemerintah. Sayangnya, rumah tersebut tidak banyak membantu. Interiornya yang gelap berefek negatif bagi kondisi psikologis korban. Tak sedikit dari mereka yang kemudian menjadi korban bunuh diri.
Melihat kenyataan itu, sekelompok mahasiswa arsitektur dari Tokyo mengajukan diri sebagai relawan untuk mencari jalan keluar yang lebih baik. Bersama dengan para arsitek dari Architecture Global Aid, mereka membuat rumah-rumah sementara yang terinspirasi dari seni melipat kertas khas Jepang, origami. Rumah-rumah itu menawarkan perlindungan sementara, tetapi tetap memberikan privasi bagi penduduk di lokasi bencana.
Rumah-rumah tersebut juga bisa dibongkar dan "dibangun" menjadi ruangan berukuran kecil dalam waktu singkat. Jika tidak digunakan sebagai tempat perlindungan, rumah-rumah sederhana itu bisa digunakan sebagai meja.
"Sebuah pelajaran yang sangat penting kami pelajari pada bulan-bulan setelah tsunami adalah, dalam bencana, kebutuhan dasar manusia setelah makan dan minum berhubungan dengan privasi dan keintiman," ujar para arsitek Architecture Global Aid mengenai proyek ini.
Architecture Global Aid sebelumnya sudah membuat hunian sementara bagi daerah rawan gempa di Spanyol. Bedanya, karena Spanyol tidak berpotensi terkena tsunami, maka Architecture Global Aid membuat rumah-rumah sementara dengan karton tebal. Hunian sementara itu bisa dibangun dalam tiga menit dan disimpan dalam boks ketika tidak digunakan.
Saat ini, prototipe rumah-rumah sementara versi kayu tersebut sudah tersedia di beberapa sekolah di Tokyo dan beberapa lokasi di utara Jepang. Meski mudah disebarkan dan disimpan, rumah-rumah sementara ini tentu saja tak bisa digunakan secara permanen. Konstruksi sederhana itu hanya bisa menawarkan tempat bernaung sementara tanpa sistem ledeng, listrik, dan keperluan lainnya.