Coba sebut nama kue manis atau dessert yang happening beberapa tahun belakangan ini. Ada mini pie, crepes dan mille crepes, cheesecake hingga roll cake bertekstur selembut awan. Sadarkah Anda, sajian manis ala western yang sekarang banyak menginvasi selera urban ternyata merupakan hasil karya outlet kue asal Jepang?
Kompromi Dua Kultur Negeri Matahari Terbit cukup sukses mengantarkan cita rasa tradisionalnya yang khas ke dunia internasional. Sushi bahkan begitu dicintai warga Amerika hingga tercipta varian fusion sushi yang mengolaborasikan dua selera. Selanjutnya, ada tempura, shabu-shabu, dan ramen yang juga mantap memeluk para penggemar mancanegara. Kuliner Jepang memang telah mendunia. Tapi, bicara soal kue-kue manis atau keluarga pastry, siapa pun tentu tahu bahwa kiblatnya adalah negeri Prancis, kota kelahiran macaroon, sus, sponge cake, atau crepes. Lantas, mengapa jajaran makanan manis tersebut kini marak di pentas kuliner Jepang? Kalau mau dirunut, jawabannya merujuk pada munculnya wagashi atau kue Jepang. Wagashi ini merupakan dessert klasik Jepang yang pertama kali diproduksi pada era Kamakura (300 SM – 300 M), saat masyarakat Jepang belum mengenal pemanis. Kala itu, yang masuk keluarga wagashi adalah buah segar bercita rasa manis alami, seperti keluarga berry, yang diolah dengan cara dikeringkan. Ratusan tahun setelahnya, tepatnya di era Nara (710 M), olahan wagashi mulai berkembang dengan masuknya tepung beras dan tepung gandum ke dalam salah satu bahan untuk membuat wagashi. Di masa itu, makanan yang masuk kelompok wagashi antara lain mochi (kue beras), manju (kue gandum berisi pasta kacang), atau dango (adonan tepung beras yang dikukus atau direbus). Rasa manis wagashi di era ini berupa gula tidak murni atau brown sugar (gula dengan tambahan molasses). Perkembangan wagashi berlanjut kala bangsa Jepang memasuki era Muromachi (1336-1573 M). Di era ini, kapal dagang dari Barat, khususnya Portugis, Spanyol, dan Prancis mulai merapat dan berdagang bahan makanan di Tanegashima, Pulau Oshumi, Jepang Selatan. Bangsa Eropa inilah yang membawa dan mengenalkan resep-resep dessert dengan rasa manis khas dan berpenampilan modern khas Barat, seperti pie, crepes, cheesecake, sponge cake, atau roll cake. ‘Ringan’ dan Sehat “Kalau harus membandingkan, membuat dessert modern (yõgashi) mungkin jauh lebih sulit dibandingkan dengan membuat wagashi,” cerita chef Anbo. Namun, dengan pemilihan bahan dan teknik yang tepat, kolaborasi ini justru membuat dessert Jepang tampil prima, makin modern dan menggiurkan, enak disantap, dan yang pasti rasanya mudah diterima oleh lidah siapa pun. Terlebih lagi ketika Jepang sudah memasuki era teknologi modern (era Sengoku: 1500 - 1700 M atau era Edo: 1900 M). Lewat dunia digital atau dunia maya, para pastry chef di Jepang makin mudah dalam mendapatkan inspirasi untuk membuat dessert-nya. Delapan puluh persen biasanya masih menggunakan bahan baku lokal Jepang, terutama untuk tepung atau menteganya. “Sebagai contoh, roll cake Jepang tidak sepadat roll cake dari Barat berkat penggunaan tepung yang berbeda dari Barat,” tambah Anbo. Atau, crepe khas Negeri Sakura terasa lebih lembut jika dibandingkan dengan crepe dari Barat yang agak kering. Belum lagi sponge cake-nya yang selembut kapas. Racikan krim yang digunakan sebagai topping juga sangat lembut, tidak terlalu manis, namun kesan milky tidak begitu saja hilang dari lidah. Sedikit berbeda dari krim yang biasa digunakan dalam dessert Barat, yang cenderung manis dan terasa lebih bold di dalam mulut. Hal ini dikarenakan orang Jepang lebih menyukai makanan yang terasa ‘ringan’ disantap. Begitu juga dalam menggunakan buah-buahan, seperti stroberi atau blueberry, semua tampak terlihat alami dan warnanya tidak terlalu mencolok. Sama sekali tidak ada bahan artifisial di dalamnya sehingga tidak meninggalkan aftertaste di lidah. “Hal ini dikarenakan masyarakat Jepang sangat memperhatikan segi kesehatan,” cerita Anbo. Untuk itulah, dessert Jepang modern biasanya dipasang dengan harga yang tinggi, sebab bahan yang digunakan semua fresh dan terjaga kesegarannya hingga disantap. Populer di Ibu Kota Dengan kualitas yang begitu prima dan rasa yang khas, pantas bila dessert Jepang dengna mudah melangkah di panggung kuliner internasional. Maquis Kobe, disebut-sebut sebagai salah satu produsen yang memopulerkan dessert modern Jepang. Sejak kemunculannya, toko kue di Jepang tidak hanya ‘menjual’ dessert modernnya, melainkan juga menjual suasana toko. Bagaimana tidak, toko-toko tersebut tak lagi bergaya Jepang klasik, melainkan sudah kolaborasi Jepang dan Barat. Di Indonesia, outlet berdesain cantik feminin ini mulai menginjakkan kakinya di tahun 2008. Maquis kobe berhasil memikat selera urban dengan mini pie rasa green tea, cream cheese, dan praline dari cokelat Belgia. Matcha Layer Cake dan puding lembutnya juga banyak dicari. Sebelumnya, Miki Ojisan No Mise sudah lebih dahulu membawa benderanya ke Indonesia, Japanese cheesecake hadir menawarkan karakteristik yang sangat berbeda. Tak seperti cheesecake barat yang cenderung padat dan rich, Japanese cheesecake ini justru terasa ringan dengan semburat rasa cream cheese yang kalem. Teksturnya persis seperti sponge cake. Mendadak cheesecake ini booming dan sempat antre kala memesannya. Kini, dengan makin meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat, tingkat sosial masyarakat, serta kemudahan dalam layanan pesan antar, makin banyak saja penyuka dessert Jepang. Makanya, puluhan toko kue Jepang pun berjajar di ibu kota. Selain cheesecake dan pie, ada Japanese roll cake, crepe, sus isi krim yang ringan, mochi es krim, hingga yang terbaru: mille crepe (crepe berlapis). Jadi, mana pilihan Anda?