Berita Jepang | Japanesestation.com

Tokuda Shuusei (徳田 秋声) adalah salah satu sastrawan Jepang yang lahir di kota Kanagawa, Prefektur Ishikawa. Nama asli beliau adalah Sueo. Menurut penanggalan lama di masa tersebut, seharusnya tanggal lahirnya adalah hari ke-23, bulan 12 di tahun keempat Meiji. Namun menurut kalender Gregorian yang dipakai seluruh dunia pada saat ini, tanggal lahirnya jatuh pada 1 Februari 1872. Shuusei terlahir sebagai anak keenam, putra ketiga dari dari Tokuda Kumohira dan istri keempatnya yang bernama Take. Ia memiliki lima kakak bernama Shizu, Naomatsu, Shintarou, Kin, Kawori, dan seorang adik bernama Fude.

Tokuda Shuusei, Penulis Novel Beraliran Naturalis
Tokuda Shuusei | cr. wikimedia.org
 

Di umurnya yang keempat tahun, ia pindah dari rumah lahirnya. Kemudian di umur sembilan tahun, setahun lebih terlambat dari umumnya, ia memasuki sekolah dasar di Sekolah Dasar Yousei, yang sekarang disebut Sekolah Dasar Baba. Menurutnya, sejak kecil ia merasa kesepian dan “serangga melankolis bersembunyi dalam tubuhnya”. Pada waktu sekolah dasar, sastrawan Jepang terkenal lainnya bernama Izumi Kyouka adalah murid yang berbeda satu tahun angkatan dengan Shuusei, namun pada saat itu mereka hanya kenal wajah saja.

Di tahun 1888, Shuusei memasuki apa yang disebut Kyuusei Daishi Koutou Gakkou. Saat itu, budaya membaca sangat populer sehingga sangat direkomendasikan bagi murid yang lebih tua untuk menjadi penulis novel.  Pada tahun 1891, ayah Shuusei meninggal dunia, dan menyebabkan Shuusei keluar dari sekolahnya. Pada tahun 1892, Shuusei bersama temannya Kiryuu Yuuyuu pindah ke Tokyo. Shuusei awalnya ingin bertemu dengan Ozaki Kouyou yang pada saat itu adalah penulis terkenal. Namun, alih-alih Kouyou, Shuusei disambut oleh Izumi Kyouka dan secara singkat, ditolak oleh Kyouka meskipun Kyouka setuju untuk menyampaikan naskah Shuusei agar dibaca oleh Kouyou. Namun, naskah itu dikembalikan setelah dibaca oleh Kouyou.

Karena Yuuyuu pulang untuk melanjutkan sekolah, Shuusei kemudian tinggal bersama kakak laki-laki tertuanya di Osaka, hidup dengan bekerja sebagai karyawan kantor daerah, reporter surat kabar, guru bahasa Inggris, dan sebagainya. Nama pena “Shuusei”mulai ia gunakan dalam catatan pribadi ‘Catatan Suara Musim Gugur (Shuusei-roku)’ pada 12 Oktober 1893 saat ia sedang mengedit majalah Partai Liberal ‘Hokuriku Jiyuu Shinbun’.

Di tahun 1895, ketika Shuusei mendapatkan pekerjaan di departemen editorial Hirofumi-kan, ia mendapat rekomendasi untuk bergabung dengan anggota kelompok sastrawan Kenyuusha  dan menjadi murid Ozaki Kouyou dari Izumi Kyouka yang juga sering datang pergi ke Hirofumi-kan.  Di tahun 1896, dalam majalah literatur Bungei Kurabu, Shuusei menerbitkan karya debutnya berjudul ‘Yabuka Uji’. Sejak saat itu, ia bersama Izumi Kyouka, Oguri Fuuyou, dan Yanagawa Shunyou disebut sebagai Shitennou (Empat Dewa Langit), dan di tahun 1900, Shuusei berhasil menjadikan karyanya ‘Kumo no Yuku e’ diserialisasikan dalam Yomiuri Shinbun dan menjadi karya yang sukses. Namun karena gaya tulisnya yang simpel dan berbeda, Shuusei bisa disebut kurang menonjol dibandingkan dengan ketiga penulis lainnya.

Pada Juli 1902, Shuusei mulai berhubungan dengan Ozawa Hama, seorang gadis yang bekerja membantu di asramanya. Ia kemudian menjalin hubungan suami istri dengan Hama, meskipun secara resmi baru terdaftar sebagai pasangan dua tahun kemudian. Di tahun 1903, putra pertama mereka, Kazuho, lahir. Di tahun yang sama, karena Ozaki meninggal dunia, kegiatan kenyuusha yang diketuai oleh Ozaki pun berkurang. Setelah perang Russia-Jepang, Shuusei pun mulai terkenal dengan aliran sastra naturalisme miliknya. Pada akhir April 1906, Shuusei dan keluarganya pindah ke kota Morikawa di Hongo. Shuusei melanjutkan karir menulisnya dengan gaya sastra naturalisme dan mendapat banyak pujian maupun kritik mengenai karyanya. Meskipun zaman keemasan naturalisme mulai pudar seiring mulainya zaman Taisho, Shuusei tetap menggeluti karyanya, mulai dari cerita pendek hingga novel.

Pada 1916, Shuusei mendengar kabar mengenai ibunya yang menderita penyakit parah dan pulang ke Kanagawa, namun beliau terlambat dan ibunya sudah meninggal saat ia tiba. Hingga 1918, Shuusei memiliki tujuh anak; 4 putra dan 3 putri yang bernama Kazuho, Mizuko, Jouji, Kiyo, Mitsukuri/Sansaku, Miho/Masahiko, dan Momoko.

Pada 2 Januari 1926, istrinya meninggal karena pendarahan dalam otaknya. Mendengar hal ini, salah seorang murid perempuan Shuusei yang bernama Yamada Yukiko yang sering berkorespondensi dengan Shuusei sejak 1924, segera datang dari Akita. Shuusei dan Yukiko pun dikatakan menjadi sepasang kekasih, sampai-sampai Shuusei menulis mengenai hubungan mereka dalam karya yang berjudul ‘Yukiko no Mono’. Shuusei pada awalnya tidak berniat untuk menikahi Junko dengan alasan bahwa usia mereka terpaut jauh. Namun ketika Yukiko hendak pergi, ia khawatir jika ia jatuh sakit dan mulai memikirkan untuk menikah secara resmi dengan Yukiko.

Banyak rumor yang beredar mengenai Junko sendiri, salah satunya bahwa ia jatuh cinta pada murid Universitas Keio yang merupakan sahabat anak pertama Shuusei, hingga akhirnya ia jatuh cinta pada Katsumoto Seichiro. Pada tahun 1927, tepat sebelum pernikahannya dengan Shuusei, Junko dikatakan pergi kepada Katsumoto. Meskipun sempat datang kembali, Yukiko diminta untuk pergi dari kediaman Shuusei pada tahun baru tahun 1928. Pada 2 Januari 1928, hubungan mereka diakhiri lewat mediasi oleh Fujima Shizue.

Pada April 1936, Shuusei dilaporkan mengalami penyakit yang menyerang pembuluh nadi di kepalanya. Namun pada bulan Juli, Shuusei dikatakan sudah mulai pulih dari penyakitnya dan kembali lanjut menulis. Pada tahun 1943, 18 November, Shuusei terkena penyakit yang menyerang rongga pleura-nya, didiagnosa dengan pleural carcinoma, dan meninggal dunia di kediamannya di kota Morikawa, di Hongo yang sekarang terletak di Bunkyo, Tokyo.

Sebuah monumen didirikan di gunung Utatsu, Kanagawa pada tahun 1947. Tertulis di papan keramik pada monumen tersebut, salah satu kalimat dari beliau yaitu, “Sho wo yomazaru koto mikka, tsura ni aka wo shozu toka…” yang artinya“Jika kamu tidak membaca buku selama tiga hari, wajahmu mungkin akan menjadi kotor…”

Semasa hidupnya, Shuusei dikenal sebagai salah satu penulis dengan gaya naturalisme yang terkenal. Ia menulis tidak hanya novel namun juga cerita pendek. Salah satu karya Shuusei yang terkenal ialah Arakure yang pada tahun 2001 diterjemahkan oleh Richard Torrance ke dalam bahasa Inggris dengan judul Rough Living. Selain itu, novel tersebut dibuat menjadi sebuah film dengan judul yang sama pada tahun 1957. Featured image : Yorumasshi.com