Di tengah kebangkitan komik Indonesia, ada satu hal yang dirasa masih kurang oleh Sunny Gho, coloring artist asal Indonesia yang telah banyak banyak bekerja untuk penerbit-penerbit komik Amerika dalam beragam judul populer seperti Spider-Man dan The Avengers. Melihat pengalamannya sendiri, dia merasa sayang untuk menyaksikan banyak talenta berbakat dalam negeri yang malah memberikan kemampuannya ke luar negeri. Kosmik pun jadi jawabannya kepada Indonesia. Berikut penuturannya dalam wawancara singkat di tengah hingar-bingar POPCON ASIA 2016.
Bisa dijelaskan apa sebenarnya Kosmik itu?
Kosmik awalnya adalah penerbitan komik dan hingga kini masih seperti itu. Cuma ke depannya nanti kita mau berikan sebuah perubahan yang pastinya akan memudahkan para teman-teman komikus yang mau menerbitkan komik ke kita. Versi online-nya bisa dilihat di www.kosmik.id.
Sudah berapa judul yang dimuat di Kosmik?
Ada 13 judul. 9 dari majalah Kosmik yang terbit bulanan dan 4 judul khusus yang hanya terbit di website.
Bisa diceritakan secara singkat bagaimana Kosmik terbentuk?
Di tahun 2011 sebenarnya sudah ada penerbit yang namanya MAKKO. Sayangnya ada beberapa kendala yang membuat MAKKO ditutup di 2013. Kosmik pun lahir di POPCON ASIA 2015 sebagai sebuah wadah baru memuat karya-karya seniman Indonesia dan setiap tahun di sini kami mencoba menghadirkan kejutan-kejutan baru.
Bagaimana cara mengumpulkan para komikus tersebut?
Untuk Kosmik kebetulan mereka semua rata-rata berkantor di tempat kita. Selain Jakarta ada juga cabang di Jogja dan Bandung. Karena saya sudah terjun di dunia ini sejak 2003, makanya tidak terlalu susah mencari teman. Untuk para talenta baru POPCON ASIA ini bisa jadi sarana bagi saya kepada para anak-anak muda yang mau bergabung ke Kosmik.
Kenapa sih tergerak untuk membuat kosmik?
Jadi sebenarnya latar belakang saya adalah coloring artist di Marvel. Teman-teman saya dari Indonesia ternyata banyak juga yang ada di Marvel maupun DC. Bisa dilihat bukan bila kualitas anak bangsa tidak kalah dari yang luar dan diakui oleh seluruh dunia. Sayangnya kita tidak pernah punya yang seperti itu. Makanya Kosmik dibangun untuk mewadahi, jadi yang muda-muda yang lebih cepat pintarnya dari kita tidak keluar negeri semua dan kita nanti tidak punya apa-apa lagi. Indonesia jangan selamanya jadi pasar. Jepang ke sini, Korea ke sini, kita harus bisa keluar. Jangan beli produk mereka terus tetapi harus ada alternatif yang orang bisa sukai.
Bagaimana respon orang-orang terhadap Kosmik sejauh ini?
Responnya ternyata bagus. Banyak orang yang kangen baca komik Indonesia. Kalau konten menarik orang tetap mau baca dan sampai attached. Mau sesuka-sukanya dia ama Jepang atau Amerika, tetap aja makannya di warteg kan? Nah, jadi saya ingin orang pas baca komik Indo jadi berasa kayak makan makanan rumah. Itu yang harus dibangkitkan.
Tadi sebelum saya kesini saya sempat diceritakan teman tentang komik Kosmik berjudul 5 Menit Sebelum Tayang, apakah maksudnya yang seperti itu tentang keadaan real reporter di lapangan?
Ya, seperti itulah. Memang dia pernah kerja di media dan Indonesia asli. Tema reporter memang ada bukan, mau Jepang apa Amerika, tapi pengalamannya beda. Nah seperti inilah yang dicari. Kalau mau cari yang eksklusif ya sudah tidak ada sebab hampir semua sudah diangkat temanya. Maksud saya begini, coba bikin tema robot. Harus dipikirkan tentang bagaimana bikin robot di sini, dengan kemacetan yang seperti ini. Gitu kalau nggak ya bubar. Kalau superhero ya superhero seperti apa yang cocok di Indonesia. Coba lihat I am a Hero, komik tentang zombie dari Jepang, nah jadi dia yang bikin udah paham kalau seandainya ada zombie di Jepang itu kayak gimana. Bedanya apa dan itulah yang harus dikejar. Nanti biar kalau orang Jepang baca komik kita jadi suka. Kalian paham makanan Jepang dari komik juga kan padahal sebenarnya belum pernah makan?
Menarik, jadi sejak kapan Sunny Gho tertarik akan dunia komik?
Emang sejak kecil pengen jadi komikus. Suka baca, suka gambar. Bacaannya jelas sama semua, Candy Candy, Kung-Fu Boy, Wolverine, Spiderman. Cuma komik Jepang yang lebih nusuk seperti Dragon Ball dan Detective Conan. Akhirnya setelah kuliah baru ketemu temen-temen komunitas. Temen Jogja, temen Solo. Semua keren-keren, pinter-pinter. Di situlah jadi seneng sendiri dan semangat. Nah karena dulu industri seperti ini belum ada jadi saya ke Amerika. Bukan ke Amerika beneran tapi cari kerjaannya di komik-komik produksi Amerika.
Bisa diberikan contohnya?
Di bulan kemarin saya kerjakan Star Wars. Tahun lalu sibuk di Avengers. Sekarang seperti itu udah 20% aja, sudah fokus ke ngurus Kosmik.
Apa saja influence dalam berkarya.
Saya kebanyakan coloring, tapi saya suka karya-karya Katsuhiro Otomo dan Akira Toriyama. Kalau barat ada Jo Chen yang sebenarnya masih ada unsur-unsur Asia. Udon Entertainment juga bagus dan satu lagi, Joshua Middleton.
Apa langkah Kosmik ke depannya?
Seperti yang sudah diperlihatkan di POPCON ASIA 2016 ini, Kosmik akan mulai bergerak ke platform online dan akan mengajak penerbit lain untuk ikutan. Yang paling utama adalah apps di Android jadi tinggal unduh di rumah dan baca di jalan. Untuk komiknya sendiri kita masih punya banyak sekali materi untuk diceritakan dari Indonesia. Jadi tidak ada masalah untuk itu.
(foto: Amozy Audrey)