Berita Jepang | Japanesestation.com

Pada 5 November lalu, Sega Sammy mengumumkan bahwa mereka akan menjual semua aset arcade-nya. Sega Sammy, perusahaan partner dari Sega Entertainment ini mengatakan mereka akan menjual 85,1% sahamnya di Sega Entertainment pada Genda Inc, sebuah perusahaan mesin hiburan. Tak aneh memang, apalagi pada bulan Agustus lalu, Sega menutup arcade ikonik-nya di Akihabara karena kerugian yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19. Menyedihkan memang, namun, pengumuman ini membuat satu pertanyaan besar: apakah era arcade akan berakhir karena Sega menjual semua aset arcade-nya? Mari kita telusuri.

Tak dapat dipungkiri, Sega bisa disebut sebagai salah satu perusahaan paling terkenal di Jepang, terutama karena bisnis video gamenya (yang tidak terpengaruh dengan bisnis arcade Sega). Sama seperti Nintendo, kontribusi Sega bagi Jepang tak bisa dipandang sebelah mata. Perusahaan ini telah membuat lebih dari 500 game dan 70 franchise, salah satunya adalah Sonic the Hedgehog, yang pertama kali dirilis pada 1991. Selain itu, masih ada franchise Super Monkey Ball dan Yakuza. Yakuza sendiri sangat sukses, bahkan sampai dibuat versi adaptasi filmnya! Di sisi lain, Sonic yag menjadi maskot Sega, menjadi salah satu karakter legendaris yang dicintai semua masyarakat Jepang, sama seperti Mario, dan Pikachu. 

Dilansir dari Japan Info, saat Sega mengumukan bahwa mereka akan menutup arcade di Akihabara yang telah menyambut para otaku bertahun-tahun, tentu saja otaku dari Jepang dan luar Jepang merasa kehilangan. Meskipun begitu, banyak yang masih berharap bahwa Sega Entertainment dapat bertahan dengan arcade-nya setelah pandemi berakhir. Sayangnya, sepertinya semua itu tak akan terjadi setelah pengumuman pada 5 November tersebut diumumkan.

Meski banyak yang beranggapan bahwa hancurnya bisnis arcade Sega hanya dampak tak terhindarkan dari pandemi yang membuat beberapa bisnis hancur sementara beberapa bisnis lain meningkat. Namun, Sega dan pengaruhnya di Jepang benar0benar membentuk kultur Jepang dan kekuatan global mereka. Dunia anime, manga, dan video arcade membuat nama Akihabara “naik” dan menolong kultur otaku menjadi salah satu aspek terpenting dari Jepang. Ya, suka atau tidak, kultur ini merupakan aspek unik Jepang, dan hilangnya arcade Sega di Akihabara dapat mengubah Akihabara.  

Tentu, Akihabara akan tetap menjadi surga bagi para pecinta manga dan anime, namun, kepergian Sega yang mendadak dari tanah surga itu akan selalu dirindukan oleh para pengunjung setia dan turis. Mereka akan merindukan saat-saat di mana berbagai arcade Sega menjadi pusat entertainment, menyambut setiap orang untuk menikmati pesona Akihabara, Tokyo, dan Jepang.

Yang lebih menyedihkan lagi, karena arcade Sega tersebar di seluruh Jepang, banyak kota yang harus mengucapkan selamat tinggal pada nama ikonik ini. Di Tokyo sendiri, Kabukicho merupakan salah satu distrik yang terkenal dengan video arcade-nya, dan arcade Sega memiliki spot paling sempurna karena letaknya yang tepat di seberang Bioskop Toho.

Intinya, Sega memang tetap bertahan di masa pandemi ini, begitupun dengan bisnis video gamenya. Namun, hilangnya video game arcade akibat menurunnya tren arcade dan pandemi membuat runtuhnya kuktur yang dibangun Sega selama beberapa dekade. Bisa jadi hal ini benar-benar memicu berakhirnya era arcade di Jepang ya? Bagaimana menurutmu?