Tepat pukul 06:05 pagi waktu Tokyo, kru Japanese Station mendarat di bandara Haneda, Jepang. Suasana bandara saat itu sangat sunyi dan tenang, kami hanya mendengar bunyi langkah sepatu para penumpang yang baru saja turun dari pesawat. Sesampainya di ruang pengurusan administrasi untuk kedatangan kami melihat antrian yang cukup panjang untuk pendatang dari luar negeri, tidak heran karena saat kami datang hanya berjelang beberapa hari sebelum "Golden Week" di Jepang. Setelah selesai dengan urusan birokrasi dan berbenah barang-barang kami pun keluar di gerbang kedatangan.
Di sana kami sudah ditunggu oleh rekan kami, seorang Jepang yang sangat fasih berbicara bahasa Inggris, ia pun menyambut kami dengan hangat dan ia mengajak kami jalan-jalan berkeliling Tokyo. Sebetulnya kami sudah memiliki rencana sendiri saat itu, kami ingin beristirahat sejenak di bandara sampai sekitar pukul 10:00 pagi, karena kami sempat mendengar cerita ataupun berita mengenai "keberingasan" rush hour di Tokyo yang berlangsung dari pukul 07:00 sampai dengan sekitaran 08:30 pagi. Kami tiba di Jepang pada hari rabu yang merupakan hari kerja, namun karena ajakan tersebut akhirnya rencana kami pun berubah dan kami bertolak menuju stasiun untuk berangkat ke Tokyo pada sekitaran pukul 07:45 pagi.
Setelah kami tiba di stasiun, antrian di tempat menunggu kereta terlihat cukup panjang, antrian tersebut dipenuhi oleh pekerja kantor dan karyawan, kami sudah menduga hal tersebut dan sebenernya kami sudah cukup siap untuk menghadapi dan mengalami rush hour yang sangat melegenda itu. Saat itu kami berpikir "Paling engga jauh beda sama jam berangkat kerja atau sekolah di Jakarta" atau "Yah, kalau desak-desakkan di Transjakarta sih udah biasa".
Kereta yang akan kami naiki akhirnya datang dan kami terkejut melihat gerbong kereta tersebut, isinya sudah sangat penuh sedangkan antrian yang akan naik jumlahnya tidak sedikit. Kami sempat ragu untuk menaikinya karena kami pikir mungkin antrian ini akan dialihkan ke kereta berikutnya. Namun perkiraan kami salah, pintu kereta tersebut terbuka dan mempersilahkan kami untuk masuk ke dalamnya. Rekan kami dengan santai melenggang masuk ke gerbong tersebut dan mengajak kami untuk mengikutinya.
Setelah berada di dalam, dengan secepat kilat ruang gerak kami semakin menyempit hingga pada sebuah titik di mana untuk menggerakkan kaki pun sudah terasa sangat sulit. Sebenarnya hal ini pun terjadi di Jakarta sehingga sampai dengan titik ini kami masih bisa memahaminya. Sesaat kemudian ada satu rombongan lagi yang merangsek masuk ke gerbong, kami merasa ini gila! Apakah mungkin rombongan tersebut bisa dipaksa masuk ke dalam?
Dengan cepat dan sigap beberapa petugas stasiun terlihat mendorong masuk rombongan tersebut ke dalam gerbong, dan saat itu pula kami merasakan tekanan yang luar biasa dari arah pintu masuk. Kondisi kami yang saat itu baru mendarat di Jepang dan membawa koper-koper yang lumayan besar makin memperburuk keadaan.
Setelah bergulat beberapa detik akhirnya rombongan tadi masuk ke dalam gerbong dan sukses membuat kami menjadi seperti ikan sarden dalam kaleng, jangankan untuk bergerak bernapas pun sulit. Jarak dari wajah satu penumpang ke penumpang lain mungkin hanya memiliki jeda beberapa sentimeter saja. Perjalanan berlangsung hanya beberapa menit, namun beberapa menit tersebut tidak akan terlupakan untuk kami pengunjung dari luar Jepang.
Setelah turun dari kereta kami berbincang dengan rekan kami dan ia mengatakan itu adalah hal yang lumrah di sini, setiap pagi memang seperti itu. Para petugas stasiun hanya memikirkan bagaimana cara agar pintu otomatis kereta tersebut bisa tertutup. Seperti yang sudah kami sebutkan sebelumnya kami sering mendengar cerita ini, namun saat mengalami langsung kami sangat kaget dengan situasinya, rush hour Tokyo bukanlah sebuah lelucon! Rekan kami pun berujar "When you're riding an empty train, it feels like empty in here..." sambil memegang dadanya.
Jadi, untuk kalian yang ingin tinggal dengan tujuan bersekolah atau bekerja di Jepang, bersiaplah untuk hal yang satu ini ya!
(Featured image: youtube.com)