Berita Jepang | Japanesestation.com

Seksi, berdarah dan “kotor,” itulah 3 kata yang paling tepat untuk menggambarkan film Ride or Die.

Ya, film ini memang tak “bersih,” namun ketidak bersihannya inilah yang membuatnya terasa nyata. JS merasa bahwa hal “kotor” dalam film ini memang digambarkan cukup tepat. Meski cerita dalam film ini fiksi, rasanya emosi para karakter utama dapat tersampaikan dengan baik ke penonton dan memperlihatkan kekacauan di balik sebuah hubungan secara cukup nyata.

Disutradarai oleh Ryuichi Hiroki, Ride or Die merupakan versi adaptasi dari seri manga berjudul Gunjo karya Nakamura Ching. Dan layaknya manga girl’s love (yuri) lain, ceritanya berfokus pada hubungan sesama wanita, meski lebih gelap dan rumit.

kiko mizuhara film japanesestation.com
Poster Ride or Die (cinematoday.jp)

Film dibuka dengan adegan Rei (Kiko Mizuhara) memasuki sebuah klub malam underground. Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang duduk sendirian. Entah apa motifnya, namun Rei mencuri perhatiannya dengan memberikan minuman padanya dan akhirnya, pria itu membawa Rei ke rumahnya untuk berhubungan seks.

Adegan ranjang antara keduanya berlangsung cepat dan berakhir dengan Rei mendominasi sambil berusaha meraih pisau bedah dari tasnya. Pria itu memang berhasil melawan, namun Rei menyayat tenggorokannya dan menusuknya dengan pecahan gelas wine dan membuatnya tewas. Rei yang berlumuran darah, shock dan sempat terdiam di sudut kamar. Pertanyaannya, mengapa dia melakukan semua itu?

Jawabannya adalah karena pria itu adalah suami (kejam) dari wanita idamannya semasa SMA, Nanae (Honami Satô). Hubungan membingungkan antara dua wanita ini kembali terjalin setelah kematian pria itu. Rei dan Nanae pun melarikan diri dengan mobil Nanae sambil mempertanyakan masa depan mereka. 

ride or die review japanesestation.com
Salah satu scene dalam Ride or Die (Netflix)

Bertemunya kembali Nanae dan Rei pun layaknya mimpi bagi Rei. Sebelumnya, ia memiliki hidup bahagia bersama pacarnya dan karir sukses sebagai seorang dokter bedah plastik. Namun, ia rela menukarnya setelah sebuah panggilan telepon dari Nanae.

Ride or Die memperlihatkan bagaimana kesulitan dan masalah Rei dan Nanae di masa lalu yang tak sesederhana rasa saling suka antara siswi SMA. Sebenarnya, terlihat bahwa mereka tertarik satu sama lain, meski LGBTQ dan homophobia menghalangi mereka. Tak hanya itu, perbedaan status mereka menambah beban yang ada. Nanae terlahir dari keluarga miskin dan penuh kekerasan, sementara Rei lahir dari keluarga kaya. Latar belakang mereka inilah yang terbentuknya sifat Rei dan Nanae serta kelanjutan hubungan mereka saat dewasa dalam film, membuat keduanya mempertanyakan apa arti uang dan penerimaan bagi mereka serta bagaimana mereka menggunakannya untuk memanipulasi satu sama lain.

ride or die review japanesestation.com
Salah satu scene dalam Ride or Die (Netflix)

Nah, selain kematian dan darah, salah satu yang jadi perhatian di Ride or Die adalah nudity. Kedua karater utama kita kerap diperlihatkan telanjang bulat dalam film ini (jadi, jangan ditonton saat puasa ya). Terkadang, dalam adegan seks, atau adegan mandi, namun, adegan-adegan ini tak terasa “eksploitatif.” Jadi, rasanya Hiroki membuat Ride or Die seksi karena itu yang diinginkannya dan menunjukkan bahwa tak semua hal yang berhubungan dengan nudity itu harus berkaitan dengan adegan seks.

Kendati demikian, film ini juga memiliki “kelemahan,” misalnya dalam suatu adegan di mana Rei dan Nanae bertemu keluarga Rei dan orang-orang asing di perjalanan mereka. Rasanya kurang dikembangkan, terutama adegan yang menampilkan pertemuan dengan keluarga Rei yang sebenarnya berpotensi membuat film ini makin menarik.

ride or die review japanesestation.com
Salah satu scene dalam Ride or Die (Netflix)

Ride or Die juga tentu bukan film yang cocok untuk semua orang. Pasalnya, adanya scene yang memperlihatkan darah dan nudity, belum lagi isu LGBTQ di dalamnya, karena meski zaman sudah berubah dan penonton pun sudah cukup umur (rating film ini 18+), tetap masih banyak yang tak nyaman melihat darah dan girl’s love kan?

kiko mizuhara film japanesestation.com
Salah satu scene dari Ride or Die (cinematoday.jp)

Nah, di balik ketidaksempurnaannya tentang development dan pace, apakah film ini layak tonton? Menurut JS, cukup layak. Cocok untuk ditonton oleh teman-teman yang menyukai film semi-gore (adegan sedikit gore-nya hanya dalam pembunuhan saja) dan girl’s love yang rumit, jalan ceritanya pun cukup baik. Namun, tak disarankan bagi kalian yang tak nyaman melihat darah, adegan girl’s love, atau yang mudah terpicu melihat adegan kekerasan pada wanita.

Jika teman-teman ingin mencoba menontonnya, bisa saksikan langsung di Netflix ya!