Pada akhir zaman Heian di Jepang, terjadi sebuah peperangan memperebutkan pengaruh atas kekaisaran Jepang, yang dilakukan oleh 2 klan terkuat di Jepang saat itu, yaitu klan Minamoto (juga disebut klan Genji) dan klan Taira (juga disebut klan Heike). Pertempuran tersebut dinamakan Perang Gempei, dan terjadi pada tahun 1180-1185. Perang ini diakhiri dengan pertempuran yang terjadi di Dan-no-ura, di selat Shimonoseki, di ujung selatan pulau Honshu, yang kemudian disebut dengan Pertempuran Dan-no-ura.
PERANG GEMPEI
Klan Taira di bawah pimpinan Kiyomori Taira berhasil mengalahkan keluarga Minamoto di perang Hogen dan perang Heiji, yang menyebabkan Yoshitomo, pimpinan klan Minamoto dan anak tertuanya dibunuh, dengan ketiga putra termudanya, Yoritomo, Noriyori, dan Yoshitsune dibiarkan hidup.
Klan Taira menguasai Jepang selama tahun 1159 sampai 1181, namun banyak pimpinan di daerah yang tidak mendukung mereka. Ketika Kiyomori tewas pada tahun 1181, klan Minamoto kembali melawan klan Taira, termasuk Minamoto-no-Yoshitsune yang melarikan diri dari kuil dan bergabung dengan Yoritomo.
PERTEMPURAN ICHI-NO-TANI
Pertempuran Ichi-no-tani adalah salah satu pertempuran yang berhasil menyudutkan klan Taira, hingga akhirnya mereka terpaksa bertahan di Dan-no-ura yang menjadi tempat kekalahan mereka.
Pada tahun 1183, klan Taira terpaksa melarikan diri dari Kyoto bersama dengan Kaisar Antoku yang saat itu masih berusia 6 tahun, dan ibunya, Tokuko, putri Kiyomori. Bersama pasukannya, mereka melarikan diri ke wilayah barat, sampai akhirnya mereka bertahan di Ichi-no-Tani di dekat Kobe, di mana mereka membangun benteng di kaki tebing yang menghadap laut di mana kapal-kapal mereka merapat. Benteng tersebut hanya bisa dicapai melalui laut atau jalan yang dijaga ketat.
Yoritomo mengirim Yoshitsune dengan 150 orang pasukan berkuda untuk mengejar pasukan Taira tersebut. Yoshitsune di sini menggunakan kelihaian taktiknya, di mana ia dan beberapa orang terpilih menyerang pertahanan Taira dengan berkuda melalui tebing di belakangnya. Penyerangan ini sukses membuat banyak anggota klan Taira tewas, dan sisanya melarikan diri melalui jalur laut.
PERTEMPURAN LAUT DAN-NO-URA, AKHIR KEKUASAAN KLAN TAIRA
Setahun setelah Ichi-no-Tani, pasukan Taira yang bertahan di Yashima, Shikoku pun berhasil dipukul mundur. Dikejar-kejar oleh Yoshitsune, serta terisolasi berkat manuver Minamoto no Noriyori di Honshu dan Kyushu utara, pasukan Taira dipaksa bertahan menghadapi pasukan Minamoto di Dan-no-ura, yang terletak di selat Shimonoseki.Meskipun pasukan Taira kalah jumlah dibanding pasukan Minamoto, namun, hal tersebut diimbangi oleh kelihaian pasukan Taira dalam melakukan pertempuran di atas laut. Di pagi hari pertempuran, mereka berhasil memanfaatkan arus air di Dan-no-ura untuk mempersulit gerak pasukan Minamoto.
Pasukan Taira membagi pasukannya menjadi 3 skuadron, sehingga pada saat pasukan Minamoto tiba, kapal mereka telah tersebar dengan pasukan pemanah telah bersiap. Pada awalnya, pertempuran ini dilakukan hanya dengan pertukaran anak panah oleh kedua pasukan, hingga akhirnya pasukan Taira menggunakan arus laut untuk mengepung kapal pasukan Minamoto.
Setelah kedua belah pihak saling menyerang kapal masing-masing, pertempuran pedang pun dimulai di atas kapal, namun pada satu titik, arus air berubah menjadi menguntungkan pasukan Minamoto. Tidak cukup hanya dengan perubahan arus air, pasukan Taira pun semakin tidak diuntungkan dengan terjadinya pembelotan di pihaknya.
Salah satu faktor yang menentukan kemenangan pasukan Minamoto dalam pertempuran ini adalah pengkhianatan salah satu jenderal pasukan Taira, yaitu Taguchi Shigeyoshi, yang menyerang pasukan Taira dari belakang. Tidak hanya itu, ia juga memberi tahu pasukan Minamoto, kapal mana yang mengangkut Kaisar Antoku, sehingga pasukan Minamoto dapat mengonsentrasikan serangan mereka ke kapal tersebut, dan mengacaukan formasi kapal-kapal Taira.
AKHIR PERTEMPURAN DAN-NO-URA
Banyak di antara pasukan Taira yang melihat perkembangan pertempuran tersebut mengarah ke kekalahan mereka, memilih untuk bunuh diri dengan melompat ke laut dan menenggelamkan diri. Di antara yang melakukan bunuh diri tersebut adalah Kaisar Antoku dan neneknya, yang juga adalah janda dari mendiang Kiyomori Taira, yang sekaligus menghilangkan pedang yang menjadi salah satu harta negara Jepang (walaupun dikabarkan juga bahwa pedang tersebut berhasil diselamatkan dan kini disimpan di Atsuta Jinja)
Sementara itu, usaha bunuh diri yang dilakukan oleh ibu kaisar Antoku, Tokuko, gagal dilakukan. Ia diselamatkan oleh pasukan Minamoto. Tokuko kemudian dibawa ke Kyoto dan menjadi biksuni di Kuil Jakkoin. Ia mengambil nama Kenreimon-in dan meninggal pada tahun 1191 di usia 63 tahun.
Jenderal perang klan Taira yang dikenal pemberani, Tomomori, terluka fatal dalam pertempuran tersebut, dan ia mengikat dirinya sendiri ke sebuah jangkar, lalu menenggelamkan dirinya sendiri.
Banyak yang mempercayai bahwa para prajurit Taira yang berhasil melarikan diri dari pertempuran ini menyebar ke seluruh Jepang, dan tinggal di wilayah yang memungkinkan mereka bersembunyi dari kejaran pasukan Minamoto, seperti di tempat yang kini bernama Heike-dani (yang memiliki arti Lembah Klan Taira).
Sebagian lagi berpendapat bahwa pasukan Taira yang kabur tersebut melarikan diri ke Kepulauan Ryukyu (kini Okinawa). Banyaknya tempat di sana yang memiliki nama sama dengan area sekeliling Kyoto, dan ditulis dalam manyogana. Selain itu adanya puisi Okinawa yang menyebutkan kedatangan pasukan yang datang dari Yamato dengan baju zirah yang basah, sering disebut sebagai bukti kedatangan pasukan Taira ke Ryukyu di masa itu, ditambah lagi bahwa nama Taira, walaupun menggunakan kanji yang sedikit berbeda, adalah nama keluarga yang umum di Okinawa.
AKHIR KELUARGA TAIRA, AWAL KEMUNCULAN BAKUFU DI JEPANG
Kekalahan pasukan Taira pada pertempuran Dan-no-ura praktis menutup tirai konflik Perang Gempei, dan juga kekuasaan Taira di ibukota. Pada bulan Desember 1185, kaisar Go-shirakawa memberikan pada Yoritomo keleluasaan untuk menarik pajak, dan menunjuk pejabat di seluruh provinsi, dan setelah kematian Go-shirakawa, Yoritomo diangkat menjadi shogun.
Bakufu (Pemerintahan militer) Kamakura yang dibentuk oleh Yoritomo adalah bakufu pertama di Jepang, sekaligus memulai masa feudal di Jepang, dengan dipindahkannya kekuasaan de facto ke Kamakura, dan Kyoto hanya menjadi pusat upacara dan ritual negara.
(All images: wikipedia.org)