Berita Jepang | Japanesestation.com

Seorang kandidat dalam pemilihan walikota di Jepang baru-baru ini telah memicu masalah hak cipta setelah tim kampanyenya membagikan brosur yang sangat mirip dengan poster film anime populer The First Slam Dunk.

Selebaran yang berisi daftar kebijakan Mikio Kobayashi, yang dikalahkan dalam pemilihan walikota pada Hari Minggu (9/6) di Kanuma, Prefektur Tochigi, menunjukkan lima orang pria, termasuk Toshimitsu Motegi dari Partai Demokratik Liberal yang berkuasa, yang mengenakan seragam bola basket.

Selebaran yang didistribusikan ke seluruh kota sebagai sisipan koran tersebut, dibuat tanpa seizin Toei Animation Co., selaku studio pembuat movie The First Slam Dunk.

Selebaran yang mirip dengan poster movie anime Slam Dunk (Takefumi Ishihara)
Selebaran yang mirip dengan poster movie anime Slam Dunk (Kyodo/Takefumi Ishihara)

Staf kampanye mengatakan bahwa mereka diinstruksikan untuk membuat selebaran dengan "konten yang berdampak besar" dan mendapatkan inspirasi dari parodi Slam Dunk yang dibuat oleh sekelompok pemilik toko dari Prefektur Miyagi.

Mereka mengatakan bahwa pihaknya berhati-hati untuk memastikan brosur tersebut tidak melanggar Undang-Undang Pemilu Kantor Publik, tanpa menyadari bahwa hal tersebut dapat melanggar hukum hak cipta.

"Kami minta maaf dan kami tidak memiliki niat buruk,"  ucap salah seorang staf kampanye  dalam wawancaranya pada Asahi Shimbun.

Selama kampanye pemilu, seorang pejabat kampanye menyatakan keprihatinannya tentang penggunaan foto gubernur dan sekretaris jenderal LDP, yang tidak secara langsung berafiliasi dengan kampanye, dan menginstruksikan agar tidak ada lagi salinan yang dicetak.

"Saya tidak mengetahui tentang hukum hak cipta," ujar pejabat tersebut. 

Hiroyuki Nakajima, seorang pengacara yang berspesialisasi dalam hukum hak cipta, mengatakan bahwa masalah hak cipta dapat muncul tidak hanya dalam kasus penyalinan lengkap tetapi juga ketika sebuah karya mempertahankan karakteristik penting dari karya asli, bahkan jika kontennya diubah.

"Ini adalah kasus yang sulit untuk dinilai, karena hukum hak cipta tidak melindungi cara sebuah gambar disusun," kata Nakajima. "Tetapi desain pakaiannya sangat mirip, pose dan nomor punggung semua karakternya sama, dan setiap elemennya sangat mirip."

Nakajima menyarankan kemungkinan pelanggaran hak adaptasi, yang merupakan hak eksklusif pemilik hak cipta untuk membuat karya turunan.

Sumber: Asahi Shimbun & Mainichi Shimbun.