Bisnis tidak selalu menjadi hal yang baik untuk anime. Hal ini membuat animator bernama Tetsuya Akutsu berpikir untuk berhenti menjadi animator. Pasar global anime tidak sebesar sekarang sejak Akutsu memulai karirnya delapan tahun lalu. Tetapi sejak pandemi, permintaan pasar semakin meningkat karena orang-orang menonton acara yang ramah anak seperti Pokémon.
Meski sudah bekerja seharian, Akutsu yang seorang animator handal dan terkadang menjadi sutradara untuk beberapa anime populer, hanya mengantongi $1,400 sampai $3,800 perbulannya.
Namun masih banyak yang nasibnya tidak seberuntung Akutsu, seperti animator pemula yang mendapatkan upah tidak sebanding dengan pekerjaan yang sangat berat, hanya mendapatkan sekitar $200 sebulan. Upah mereka tidak bertambah meski saat ini keuntungan yang didapatkan dari anime sudah meningkat. Hal ini membuat mereka bertanya-tanya apakah mereka mampu untuk terus mengikuti passion mereka.
Di dalam interview, Akutsu menyatakan bahwa ia ingin terus bekerja di industri anime seumur hidupnya dan ia tahu tidak mungkin baginya untuk menikah dan membesarkan anak karena kendala finansial.
Sudah menjadi hal biasa di Jepang untuk bekerja secara berlebihan dengan upah yang sedikit. Padahal seharusnya jika permintaan naik, upah untuk pekerja yang sudah ada akan naik dan juga mencari pekerja tambahan baru.
Berdasarkan data statistik Asosiasi Pembuat Animasi Jepang, penghasilan tahunan rata-rata untuk ‘key’ illustrator dan talent papan atas lainnya meningkat menjadi $36.000 pada tahun 2019 dari yang sebelumnya $29.000 pada tahun 2015. Sayangnya, hal ini hanya terjadi di kelas bisnis tertinggi saja.
Para animator ini dikenal sebagai “genga-man” dalam bahasa Jepang, atau seseorang yang menggambar “key frames”. Akutsu yang merupakan salah satu dari mereka sebagai freelancer, hanya mendapat penghasilan yang cukup untuk kebutuhan pangan dan studio apartemennya di pinggiran Tokyo. Penghasilan yang didapatkannya sangat jauh berbeda dengan yang didapatkan animator di Amerika Serikat yang sekitar $65.000 sampai $75.000 per tahunnya.
Akutsu bekerja kerjas sebagai “douga-man”, animator kelas pemula yang mengerjakan frame demi frame yang mengubah ilustrasi dari genga-man menjadi ilusi dengan gerakan yang halus. Pekerja seperti ini mendapatkan rata-rata penghasilan sekitar $12.000 di tahun 2019. Asosiasi animasi menyebutkan bahwa angka ini tidak termasuk mereka yang penghasilannya lebih rendah.
Bagaimana bisa animator tetap hidup dalam kemiskinan?
Sebagian besar sumber masalahnya adalah keuntungan yang didapatkan langsung mengalir ke studio.
Dalam beberapa tahun terakhir, pasar anime mendapatkan keuntungan yang besar. Perusahaan produksi China telah membayar mahal studio Jepang untuk memproduksi film untuk pasar domestik China. Dan pada bulan Desember, Sony membeli situs anime Crunchyroll dari AT&T seharga hampir $1,2 miliar.
Hampir seluruh studio animasi Jepang sudah penuh untuk satu tahun penuh. Netflix menyatakan jumlah penonton anime di layanan mereka meningkat tajam pada tahun 2020 dibandingkan tahun sebelumnya.
Banyak studio yang sudah terputus dari sumber keuntungan mereka karena sistem produksi ‘jadul’ yang mengarahkan hampir semua keuntungan kepada komite produksi mereka.
Komite-komite ini adalah koalisi dari produsen mainan, penerbit komik, dan perusahaan lain yang dibentuk untuk membiayai setiap proyek. Biasanya mereka membayar studio animasi dengan biaya yang sudah ditetapkan dan memesan royalti bagi mereka sendiri.
Sistem ini melindungi studio dari risiko kebangkrutan, tapi itu juga membuat mereka kehilangan “rezeki nomplok” yang didapatkan dari hits mereka.
Tidak sedikit studio yang lebih memilih untuk menekan jumlah animator daripada membagi hasil keuntungan, dan mempekerjakan freelancer untuk lebih menekan biaya. Hasilnya, mereka mendapat keuntungan dengan biaya produksi yang kecil.
Untuk sebuah negara dengan tingkat pengabdian terhadap perusahaan yang tinggi, industri anime Jepang terkenal karena tuntutan brutalnya terhadap karyawan, dan animator berbicara tentang mereka tidur di studio selama berminggu-minggu hingga proyek selesai dengan rasa bangga untuk menunjukkan pengabdiannya.
Seorang animator komputer dan aktivis Jun Sugawara, menjalankan bisnis nonprofit yang menyediakan tempat tinggal yang terjangkau untuk ilustrator muda. Kampanye dimulai pada tahun 2011 setelah mengetahui kondisi menyedihkan yang dialami oleh para pekerja yang membuat anime favoritnya.
Sugawara mengatakan bahwa pemerintah tidak memiliki strategi yang efektif untuk mengatasi pelanggaran regulasi ketenagakerjaan yang dialami animator, meskipun anime telah ditetapkan sebagai bagian sentral dari diplomasi publik melalui program Cool Japan. Sugawara menambahkan bahwa Cool Japan itu tidak memiliki arti dan kebijakannya yang tidak relevan.
Dalam sebuah wawancara, seorang pejabat dari Kementerian Tenaga Kerja Jepang mengatakan bahwa pemerintah mengetahui masalah tersebut tetapi tidak memiliki banyak jalan keluar terkecuali jika animator yang mengajukan keluhan.
Beberapa sudah melakukannya. Pada tahun lalu, setidaknya dua studio mencapai penyelesaian dengan karyawannya atas laporan bahwa studio tersebut melanggar peraturan ketenagakerjaan Jepang dengan tidak membayar upah lembur.
Joseph Chou, seorang pemilik studio animasi komputer di Jepang mengatakan beberapa perusahaan besar akhirnya mengubah praktik ketenagakerjaan mereka karena mendapat tekanan dari regulator dan publik.
Chou juga mengatakan bahwa kecil kemungkinan studio kecil untuk menaikkan gaji, dan hanya studio besar saja yang dapat beradaptasi di dunia industri ini.
Netflix mengumumkan bahwa di bulan ini mereka akan membentuk tim dengan WIT Studio untuk memberikan dukungan finansial dan melatih animator muda untuk bekerja di studio. Selama program, 10 animator akan mendapatkan sekitar $1.400 per bulan selama enam bulan.
Tidak semua studio memberikan upah yang rendah. Kyoto Animation misalnya, studio ini dikenal menghindari freelancer agar fokus pada karyawan tetapnya.
Sugawara mengatakan masalah upah tidak diatasi, industri ini memiliki potensi untuk bangkrut, karena talenta muda yang berbakan dan menjajikan memilih keluar untuk mendapatkan pekerjaan yang mampu memberikan kehidupan yang lebih baik.
Itu adalah kisah Ryosuke Hirakimoto yang memilih untuk berhenti dari industri anime setelah anak petamanya lahir. Meski bekerja di anime merupakan impian seumur hidupnya, ia tidak pernah menghasilkan lebih dari $38 per hari dan membuat ia bertanya apakah itu cukup untuk menghidupi keluarganya.
Kini ia bekerja di sebuah panti jompo dimana saat ini permintaan terhadap pekerjanya sedang tinggi. Dan juga, pekerjaan ini lebih dihargai dengan gaji yang lebih baik.
“Banyak orang yang merasa bahwa bisa mengerjakan anime yang mereka sukai itu bernilai,” kata Hirakimoto. "Tidak peduli seberapa kecil mereka dibayar, mereka bersedia melakukan pekerjaan itu."
Melihat kembali kepergiannya, dia berkata, "Saya sama sekali tidak menyesali keputusan itu.”