Berita Jepang | Japanesestation.com

Apakah menurutmu cheerleader adalah kegiatan feminin dan hanya bisa dilakukan wanita? Coba katakan itu pada Takara Yoneoka, cheerleader pria pertama liga sepakbola profesional Jepang. Gerakannya yang tegas dan dinamis membuatnya mencolok di antara teman-temannya, gadis-gadis cheerleader yang lincah tapi flamboyan. Sangat memukau!

Yoneoka, yang sehari-harinya bekerja sebagai guru pengganti di sebuah SMA ini memulai debutnya di bidang sebagai cheerleader untuk tim divisi 2 J-League, Avispa Fukuoka di musim ini.

Dilansir dari Mainichi, pada 25 Juli lalu, penonton berbondong-bondong menuju ke Best Denki Stadium di Fukuoka, kandang Avispa Fukuoka untuk pertama kalinya di musim ini. Tiga belas cheerleader yang tidak sempat tampil akibat virus corona pun akhirnya kembali tampil. Setelah kemenangan Avispa Fukuoka, Yoneoka pun mencuri perhatian para penonton dengan seri gerakan backward-nya.

cheerleader jepang pria japanesestation.com
Takara Yoneoka melakukan flip sebagai cheerleader untuk divisi dua tim J-League, Avispa Fukuoka, di home ground tim tersebut, Best Denki Stadium (mainichi.jp)

"Ada penonton 360 derajat di sekitar lapangan. Aku benar-benar gugup, tapi rasanya menyenangkan,” ujar Yoneoka dengan wajah yang penuh ekspresi.

Yoneoka lahir di area barat daya Jepang, tepatnya di Kota Kumamoto. Saat usianya menginjak 5 tahun, ia mulai tampil di kelas baton-twirling yang dibuka ibunya dan mewakili Jepang dalam kompetisi International Baton Twirling Federation's Grand Prix. Dalam divisi 2 baton, ia pun memenangkan medali perak dalam 3 turnamen secara beturut-turut.

Saat home games Avispa Fukuoka, biasanya tim cheer RFC akan menari sebelum pertandingan dan saat halftime. Mulai musim ini, klub sepak bola yang berkolaborasi dengan RFC ini membentuk sebuah tim cheerleader unik dengan memasukkan seorang cheerleader pria dalam tim untuk membawa tim ke arah baru Dan akhirnya, dipilihlah Yoneoka, yang telah menerima penghargaan saat meenjadi wakil Jepang dalam pertandingan baton twirling.

Meski jumlah cheerleader pria di Jepang meningkat perlahan, Yoneoka merasa bahwa ada persepsi kuat bahwa cheerleading adalah aktivitas bagi wanita. Ia juga masih kurang berpengalaman, Berat pom-pom yang digunakan oleh para cheerleader juga berbeda dengan baton saat digerakkan. Selain itu, sementara para atlet baton twirlers kompetitif dapat mengekspresikan berbgai emosi, cheerleader harus selalu tersenyum. Bagi Yoneoka, beradaptasi memang tidak mudah, namun iya menerima tawaran itu dengan senang hati dan selalu berlatih di depan cermin di rumahnya.

cheerleader jepang pria japanesestation.com
Takara Yoneoka (kiri), tersenyum saat cheerleading. (mainichi.jp)

"Aku suka menari. Benar-benar suatu kebanggaan dapat menjadi cheerleader pria pertama di J-League," ujar Yoneoka.

Normalnya, Yoneoka bekerja sebagai guru olahraga dan kesehatan pengganti, namun ia tetap rajin mempelajari baton twirling setiap hari tanpa beristirahat. Ia mengatakan, masih ada satu lagi alasan mengapa ia memutuskan untuk menjadi seorang cheerleader meski jadwalnya sangat padat.

cheerleader jepang pria japanesestation.com
Takara Yoneoka, cheerleader pria pertama untuk sebuah klub J-League, berpose dengan pom-pom di tangannya.(mainichi.jp)

Menurut Yoneoka, tidak ada atlet baton twirler di Jepang, karena hampir smeuanya masuk ke dalam sirkus atau kelompok drama musical di mana mereka dapat terus tampil. Baton twirl juga dianggap sebagai kegiatan yang “dibuang” ketika para atlet mulai memasuki masa dewasa.  

"Aku ingin menjadi seorang guide untuk membuat orang-orang tahu bahwa cheerleading ada sebagai sebuah ksempatan,” kata dia.

"Aku berharap dapat menunjukkan bahwa pria juga bisa menjadi cheerleader,” tambahnya.

Ya, sambil membangkitkan semangat di setiap pertandingan sepak bola, Yoneoka berharap ida dapat membuka jalan agar banyak orang yang mengikuti jejaknya.