Suiseki merupakan kata dalam bahasa Jepang yang berarti “batu air.” Istilah ini digunakan untuk merujuk pada tradisi mengumpulkan dan mengapresiasi batu sekaligus untuk menyebut batu koleksi itu sendiri. Suiseki merupakan salah satu di antara banyak seni estetika tradisional Jepang. Koleksi suiseki bisa ditemui disimpan di rumah, kebun, dan museum. Bentuk seni ini diduga berasal dari Cina. Orang Cina dikenal telah memiliki tradisi apresiasi pada batu yang terbentuk secara alami selama lebih dari dua ribu tahun. Gongshi yang setara dengan Suiseki masih dihargai di Cina dan sering dipamerkan pada berbagai kesempatan. Batu-batu yang digunakan dalam suiseki terbentuk secara alami. Artinya, semua batu-batu tersebut tidak boleh dipahat atau dibentuk oleh manusia. Suiseki memang ditujukan untuk menghargai batu hasil bentukan alam yang tidak melibatkan campur tangan manusia. Sebagian batu dipasang pada balok kayu dan dikenal sebagai suiseki daiza. Batu gelap cenderung lebih disukai, begitu pula dengan batu yang kaya detail estetika seperti urat dan variasi warna. Namun eksotisme saja tidaklah cukup untuk menjadikan sebuah batu bernilai. Unsur lain yang juga penting adalah bentuk dari batu itu sendiri. Sebagian batu dianggap bernilai karena secara perlahan-lahan dibentuk alam menyerupai objek tertentu. Batu dengan bentuk lanskap dikenal sangat populer, seperti batu yang terlihat seperti air terjun, pegunungan, dan fitur alam lainnya. Suiseki lanskap sering digunakan sebagai pelengkap bonsai sebagai aksen dekoratif. Namun, batu dengan bentuk abstrak juga diminati yang mungkin mengambil bentuk tanaman, hewan, dan tokoh-tokoh lainnya. Seperti seni tradisional Jepang lainnya, suiseki diajarkan oleh seorang ahli (master). Orang-orang di luar Jepang dapat belajar melalui master, meskipun sebagian yang lain mencoba mempelajarinya melalui buku atau dengan rajin mengunjungi pameran.