Pernahkah kalian menyangka bahwa Studio Ghibli yang kental dengan ciri khasnya sendiri tersebut akan bekerjasama dengan industri film internasional? Nyatanya, hal ini sungguh-sungguh terjadi akibat grup marketing film berbasis Paris, Wild Bunch, yang pergi menemui Hayao Miyazaki sendiri di Studio Ghibli untuk meminta bekerjasama dengannya. Nyatanya, beliau hanya menunjukkan animasi pendek pemenang Oscar, Father and Daughter karya sineas Belanda, Michael Dudok de Wit dan meminta pihak Wild Bunch untuk menemukan sutradara tersebut. Awalnya, perusahaan tersebut mengaku hal itu sulit terwujud, namun dengan yakin Miyazaki berkata, "Kalau suatu saat Studio Ghibli memutuskan untuk memproduksi animasi di luar studio ini, maka itu adalah kerjasama dengan de Wit."
Kontan Wild Bunch mencari info soal sutradara tersebut dan bahkan mengunjunginya sendiri ke London. Saat mereka menawarkan apakah sang sineas mau membesut film panjang, semula ia menolak, setidaknya sampai mereka menyebutkan, "Wah, sayang sekali ya, padahal Studio Ghibli mau menjadi produsernya." Kontan sang sineas terbang ke Jepang dan tinggal di kantor Tokyo Koganei Ghibli untuk menyelesaikan skenario dan storyboard sebelum pindah ke Prancis uanuk mengerjakan produksi animasi lengkapnya bersama studio Prancis Prima Linea. Hasilnya, terwujudlah kolaborasi internasional Ghibli yang pertama lewat film animasi panjang perdana de Wit, The Red Turtle.
Merupakan hasil kerjasama Ghibli, Wild Bunch, Why Not Productions, Belvision, Arte France Cinema, dan CN4 Productions, The Red Turtle adalah animasi fantasi yang berkisah tentang seorang pria yang terdampar di sebuah pulau terpencil serta hubungannya dengan seekor penyu raksasa. Diumumkan oleh Toho Studios baru-baru ini, The Red Turtle akan dirilis di Jepang pada bulan September tahun depan. Penasaran seperti apa jadinya saat idealisme dan gaya Ghibli dipadukan dan dikemas dalam sebuah animasi Prancis produksi sineas asal Belanda?