Berita Jepang | Japanesestation.com

Sekolah khusus perempuan di Jepang dalam kehidupan nyata ternyata tidaklah sama seperti impian mereka dalam film-film anime. Aroma shampo yang melayang di kelas, bersamaan dengan tawa halus gadis-gadis dan juga saat mereka mengambil gigitan mungil makanan dari kotak bento. Adegan stereotipe seperti itu selalu muncul dalam serial seperti Maria-sama ga Miteru, Maria Holic, Yuru Yuri dan K-On!, anime khas yang menggambarkan pelajar perempuan dan kehidupan mereka sehari-hari di sekolah yang seluruhnya berisi wanita.

Tanpa kehadiran pelajar laki-laki, tentunya tidak ada tekanan untuk aksi ataupun keributan dalam hal penampilan maupun kisah cinta. Salah satu wanita dari tokyogirlsupdate.com menceritakan pengalamannya bersekolah di sekolah khusus itu selama 10 tahun, dari sekolah menengah pertama hingga universitas. Ekspektasi yang tidak sesuai dengan realita sekolah khusus perempuan di Jepang tersebut ia buat di setiap musim.

Musim Semi

Gambaran apa yang ada di benak kalian mendengar kata sekolah khusus perempuan? Indahnya bunga sakura di musim semi menandai dimulainya masa sekolah baru, yang sebenarnya terjadi di sekolah tersebut adalah saat-saat di mana para gadis membawa kotak tisu untuk melawan demam. Sekolah benar-benar dimulai saat kelas bergema dengan hiruk pikuk suara demam dan bersin dari para siswi yang tengah meniup ataupun menghirup air lendir di dalam hidung mereka.

Sedikit menjijikkan, namun bukan itu saja, adegan musim semi yang umum lainnya adalah mencabut rambut yang berada di jari tangan di dalam kelas. Tatapan mereka tertuju ke papan tulis tapi ujung jari mereka berada di atas meja, maka kalian akan menemukan mereka tengah mencabut rambut di jari-jari tangan mereka satu per satu dengan pinset.

Melihat mereka dengan rok yang tertiup angin dan gaya rambut twintails ditemani dengan cantiknya bunga sakura yang turun dari pohon mungkin hanya ada dalam anime. Suasana dipenuhi dengan kegembiraan saat mereka memeriksa daftar nama kelas dan bertemu kembali teman mereka seharusnya menjadi musim awal yang baik. Tapi sayangnya, bukan itu yang terjadi di sekolah khusus perempuan yang sebenarnya, gadis-gadis itu tidak membawa harapan dan impian.

Musim panas

Sebelum liburan musim panas bisa dimulai, para siswi terlebih dahulu harus membersihkan loker mereka, sebagian besar dari mereka memiliki rencana untuk membersihkannya, tapi selalu ada pengecualian. Orang-orang dengan loker yang tidak rapi suka menunggu sampai hari terakhir untuk membawa pulang makanan ringan yang setengahnya telah dimakan, sepatu yang tidak sepasang, dan bermacam-macam barang berbau busuk lainnya.

Selain itu, lamanya jam pelajaran juga membuat para siswi kelaparan, sehingga saat makan siang mereka membuka kotak bento mereka dan diam-diam menyendokkan isinya ke dalam mulut mereka dengan konsentrasi yang kuat. Setelah itu selesai, mereka melanjutkan lelucon jorok yang membuat mereka tertawa di koridor sampai mereka ketahuan oleh guru yang marah.

Cuaca di musim panas juga membuat tubuh menjadi gerah hingga membuat seragam dan rambut yang menempel di tengkuk leher penuh dengan keringat. Mungkin awalnya akan terlihat seksi, namun lain halnya dengan di sekolah khusus perempuan, yang ternyata sangat bau. Kembali di kelas, udara terasa panas ditambah dengan bau keringat dan deodoran, para guru pun hanya bisa mengeluh tentang bau saat ia membuka jendela dengan ekspresi muram.

Musim Semi

Festival olahraga merupakan satu aktivitas di musim semi, waktu di mana para siswi sekolah memamerkan keahliannya dengan penuh semangat. Tarik tambang juga merupakan salah satu olahraga yang paling populer, setiap tim atau kelas berbaris saling berhadapan dengan memegang tali hingga ujungnya, mereka yang menarik lawannya akan jadi pemenang.

Sebenarnya, ini bukan persaingan yang bahagia dan harmonis seperti yang dibayangkan, para siswi tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Selama pertempuran, para peserta membiarkan lawan mereka terguncang dengan satu hentakan penuh dan tim yang lemah biasanya menolak untuk menyerah. Mereka akan terus berpegang kuat pada tali hingga membuat tubuhnya terseret di tanah, kemudian dibawa ke rumah sakit dengan lengan dan lutut yang berdarah-darah.

Musim Dingin

Liburan musim dingin tiba dan para siswi tersebut mulai makan tanpa henti dari mulai perayaan Natal hingga Tahun Baru, mereka hanya menghabiskan waktu untuk membesarkan perut. Saat liburan berakhir, mereka kembali ke sekolah dengan seragam yang semakin ketat, mengenakan sepatu dalam ruangan yang kotor dan rok mereka diikat dengan peniti.

Namun sebelum libur, cuaca menjadi sangat dingin di bulan Desember, beberapa dari mereka memanfaatkan musim dingin untuk memakai celana ketat dan sepatu yang sama lagi keesokan harinya. Ini juga merupakan musim di mana kita bisa melihat gadis-gadis yang belum mencuci sepatu berada dalam ruangan mereka dan bermain-main dengan mengenakan sepatu hitam dan usang. Tanpa diduga, musim dingin di sekolah khusus perempuan di Jepang bahkan lebih tidak sehat daripada musim panas.