Budaya lolicon di Jepang sudah ada lebih dari 1000 tahun yang lalu. Tak salah jika budaya lolicon dianggap sudah ada sejak era "The Tale of Genji (Genji Monogatari)". Dalam kisah tersebut, ada tokoh protagonis playboy terpopuler di seluruh Jepang- yang membesarkan Murasaki muda menjadi seperti yang diinginkannya; namun kini di Jepang ada situasi darurat yang akan membuat lolicon menangis.
Akhir-akhir ini, anak SD di Jepang mulai kehilangan karakteristiknya sebagai anak sekolah dasar. Hingga beberapa waktu silam, rata-rata anak SD di Jepang digambarkan memiliki rambut hitam, minim makeup, memiliki kulit muda yang bersinar cerah dengan senyum yang lugas-seperti Mana Ashida. Dia salah satu anak SD paling populer di Jepang. Usianya kini 10 tahun.
Tapi ketika orang-orang menyebut anak perempuan SD masa kini, mereka bicara tentang anak SD dengan rambut dikeriting, make up sempurna, berjalan mengelilingi kota dengan pakaian yang modis, punya tingkat kesadaran tinggi akan kecantikan, dan melakukan prosedur kecantikan yang sebanding dengan orang dewasa. Bahkan ada survey yang mengejutkan, bahwa 79% anak SD di Jepang memiliki pengalaman dengan makeup. Sepertinya fenomena gyaru yang melanda Jepang pada akhir tahun 90-an kini berputar di sekitar anak perempuan SD.
Majalah-majalah yang menargetkan anak perempuan SD seperti JS Girl dan Nicopuchi diduga yang mengawali fenomena ini. Istilah seperti JK (digunakan untuk mendeskripsikan anak SMA, Joshi Kousei) kini diterapkan pada anak perempuan SD. Kini, ada "JS", yang berarti Joshi Shogakusei.
Yang mengejutkan, bukan hanya nama saja yang dialihkan (pada anak SD), namun juga budayanya. Dalam TOKYO TOP KIDS COLLECTION, sebuah fashion show yang berpusat pada merk anak-anak, ada sebuah panggung dimana model-model JS berjalan di runway.
Sangatlah menarik untuk melihat bagaimana budaya gyaru diantara gadis-gadis muda akan berlanjut di masa depan. Sangatlah sulit untuk mengalihkan perhatian dari JS, wajah baru dunia fashion Jepang.