Prefektur Aomori ternyata menyimpan sebuah situs yang tak terduga. Terletak di desa bernama Shingo, terdapat dua buah situs religi yang diyakini oleh penduduk setempat sebagai tempat peristirahatan terakhir Yesus Kristus (Kirisuto no Haka). Simak artikel ini untuk mengetahui sejarah, nilai budaya hingga kontroversi yang meliputi makam, yang menjadi persilangan budaya dan agama Nasrani di Jepang.
Sejarah Makam Yesus Kristus Menurut Kepercayaan Lokal
Dalam kepercayaan masyarakat lokal, Yesus Kristus datang ke Jepang pada usia 21 tahun untuk mengejar pengetahuan ilahi. Hingga di usia 33 tahun, Yesus kembali ke Yudea untuk menyebarkan ajarannya. Masyarakat setempat meyakini bahwa ketika Yesus Kristus dijatuhi hukuman penyaliban, Ia digantikan oleh adik laki-lakinya, yakni Isukiri, yang menyelamatkannya di kayu salib.
Menurut keluarga Sajiro Sawaguchi, Yesus Kristus tidak mati di kayu salib di Golgota. Sebaliknya, itu adalah saudaranya, Isukiri. Yesus melarikan diri melalui Siberia dan Alaska ke Provinsi Mutsu di Tohoku, Jepang, dengan seikat rambut dari ibunya Maria dan salah satu telinga Isukiri.
Di Jepang, Yesus menetap di Desa Shingo dengan seorang istri dan tiga anak perempuan Jepang. Ia hidup sebagai petani padi, bepergian,dan belajar hingga Ia meninggal pada usia 106 tahun.
Sebuah museum kecil di dekat situs pemakaman menampilkan foto-foto "keturunan" Kristus di samping pameran peralatan dan pakaian pertanian tradisionalnya. Terdapat juga beberapa pernyataan terkait hubungan antara Desa Shingo dengan Yudea bersama dengan apa yang dianggap sebagai kehendak Kristus. dokumen yang ditulis dalam bahasa Jepang tersebut menyatakan bahwa setelah lolos dari penyaliban, Yesus mengubah namanya menjadi Toraitarō Daitenkū,
Menjaga Tradisi
Saat ini, desa tersebut mengadakan Kirisuto matsuri, atau Festival Kristus, setiap tahun di awal musim panas. Perayaan tersebut mencakup upacara bergaya Shinto yang dipimpin oleh seorang pendeta dengan pembacaan doa ritual norito. Sementara para tamu mempersembahkan cabang upacara-tarian singa shishimai, dan bon odori tradisional yang dibawakan oleh penari berpakaian kimono di sekitar kuburan. Perayaan yang sudah ada sejak tahun 1964 ini, pada mulanya diinisiasi oleh organisasi setempat hingga akhirnya diteruskan ke asosiasi pariwisata. Pemerintah serta politisi oposisi terkadang hadir pada acara yang menenangkan ini.
Pemandangan wanita dengan kimono yang menari dengan anggun mengikuti lagu daerah nanyadoyara di sekitar dua salib besar tampaknya telah menarik banyak wisatawan yang tertarik untuk menikmati acara ini. Berbagai program televisi hingga buku panduan juga turut menampilkan acara tersebut, menjadikannya sebagai salah satu dari banyak festival unik di Jepang.
Di luar dari kontroversi tentang keaslian makam dan ritual yang sudah jauh berbeda dengan kepercayaan Nasrani, Makam Yesus Kristus di Aomori tetap menjadi destinasi wisata yang layak untuk dikunjungi. Karena Desa Shingo tidak dapat diakses menggunakan kereta, kalian bisa mengunjungi desa ini dari Stasiun Hachinohe. Kalian bisa menyewa mobil untuk berkendara sekitar 40 menit melalui Highway 454. Desa Shingo terletak satu kilometer dari Highway 454.