Berita Jepang | Japanesestation.com

Menjelang Piala Dunia Rugby tahun depan dan menyambut Olimpiade Tokyo 2020, pemerintah Jepang akan memberlakukan undang-undang baru mengenai home-sharing, yang dimaksudkan untuk mengurangi kekurangan kamar hotel, dan menawarkan lebih banyak pilihan penginapan bagi para waisatawan asing. Tapi tampaknya undang-undang tersebut kemungkinan justru akan menghambat Airbnb atau bisnis home-sharing lainnya ketika diberlakukan pada bulan Juni mendatang dan memaksa banyak pemilik rumah berhenti menawarkan jasa mereka.

Undang-undang baru membuat layanan minpaku, atau penginapan murah di rumah penduduk, dibatasi hanya 180 hari dalam satu tahun, sebuah aturan yang dikatakan oleh beberapa penghuni rumah membuat mereka sulit mendapatkan keuntungan. Aturan baru juga mengharuskan pemilik rumah mendaftarkan properti sewaan untuk menginap kepada pemerintah setempat dengan menjalani pemeriksaan keselamatan kebakaran dan menyerahkan bukti bahwa pemiliknya tidak terganggu secara mental. Terlebih lagi, pemerintah daerah, yang memiliki otoritas final untuk mengatur wilayah mereka, memberlakukan batasan yang lebih berat lagi, dengan alasan masalah keamanan hingga kebisingan.

Chuo ward di Tokyo misalnya, home-sharing yang terletak di distrik perbelanjaan Ginza, telah melarang penyewaan rumah di hari kerja dengan alasan membiarkan orang asing ke gedung apartemen selama seminggu bisa menjadi tidak aman. Kekecewaan ini salah satunya juga dirasakan oleh Mika, yang menyewakan rumahanya melalui aplikasi Airbnb, harus berhenti karena manajemen bangunan tempat tinggalnya memutuskan untuk melarang layanan tersebut menjelang berlakunya undang-undang. "Saya bisa bertemu banyak orang yang berbeda yang tidak akan saya temui," kata wanita berusia 53 tahun, yang mulai menyewakan apartemennya setelah menggunakan layanan berbagi rumah di luar negeri.

Sementara itu, pejabat pemerintah pusat mengatakan bahwa batasan yang berlebihan justru dapat mengalahkan tujuan dibuatnya hukum itu sendiri, tetapi mereka juga tidak dapat memaksa pemerintah daerah untuk melonggarkan kebijakan mereka."Membatasi sewa rumah karena kekhawatiran yang tidak jelas atau orang asing tidaklah aman adalah tindakan aneh yang bertentangan dengan konsep undang-undang baru," kata Soichi Taguchi, seorang pejabat di Badan Pariwisata.

Batasan 180 hari dalam setahun untuk home-sharing dan aturan ketat yang ditetapkan oleh pemerintah lokal tentunya jadi kemenangan bagi industri perhotelan, yang memang menentang properti pribadi digunakan untuk penginapan bagi para turis. Menurut para penyewa dan para ahli, undang-undang baru justru lebih banyak merugikan, bahkan sebagai catatan 28,7 juta turis berbondong-bondong datang ke Jepang tahun lalu, naik 19 persen dari tahun sebelumnya. Pemerintah Jepang sendiri memiliki tujuan untuk menampung 40 juta turis asing pada tahun 2020, dan dengan berkurangnya layanan sharing rumah membuat hal tersebut sulit terealisasikan.

Saat ini, ada sekitar 62.000 Airbnb bermunculan di Jepang, jauh lebih kecil dari sejumlah negara tujuan wisata utama lainnya, seperti Italia, yang memiliki 354.400, atau Perancis dengan 490.000 home-sharing. Sementara itu, Hyakusenrenma Inc, saingan Airbnb yang berasal dari Jepang, juga memiliki daftar 2.000 rumah yang disediakan untuk layanan penginapan bagi para wisatawan, dan agen perjalanan online, Booking.com serta agen China juga telah memasuki pasar Jepang.