Bagaimana jadinya jika budaya Indonesia dikolaborasikan dengan budaya Jepang? Hal tersebut coba ditampilkan dalam event bertajuk Japan-Indonesia Fusion Culture atau Jifuku. Event ini diselengarakan oleh beberapa komunitas pecinta Jepang di Semarang. Meski merupakan penyelenggaraan yang pertama kali, event ini tergolong sukses. Pengunjung memadati venue event yang berlangsung di Balairung Universitas PGRI Semarang.
Menurut Ibnu Ardianto selaku ketua panitia, Jifuku tampil mengusung hal yang berbeda dari J-Fest yang pernah ada sebelumnya. Jifuku digodok dengan konsep menggabungkan budaya Jepang dan Indonesia. Hal tersebut nampak pada beberapa sela acara. Pada kompetisi band, tiap peserta yang tampil selain membawakan lagu pop Jepang, diwajibkan membawakan lagu daerah di Indonesia. Adapula penampilan beberapa peserta lomba karaoke yang tampil membawakan lagu Jepang sembari memadukan unsur kedaerahan di Indonesia pada performanya.
Demikian juga pada kompetisi cosplay, beberapa peserta tampil membawakan karakter original buatan mereka sendiri, yang dengan apik memadukan tampilan khas tokoh anime dengan kisah perwayangan di Indonesia. Seperti penampilan dari Kinari, Novita, Nindya dan Lintang Pambudi. Mereka berempat tampil membawakan tokoh dari dunia perwayangan yaitu Nakula, Sadewa, Srikandi dan Arjuna. Menurut mereka berempat, menyukai budaya luar bukan berarti melupakan budaya dalam negeri kita sendiri. Mereka juga menepis anggapan bahwa cosplayer tidak nasionalis. Mereka beranggapan cosplayer memiliki caranya sendiri untuk menunjukan kecintaannya pada budaya Indonesia.
Seabreg bintang tamu dihadirkan untuk memeriahkan event ini. Di antaranya dance performance oleh Albeats, Band The Lemonade, Giga of Spirit, The Monkey Circus, Reyra, Gamburisu, serta Lengger Widodari yang membawakan tari tradisional Indonesia. Adapula Kabaret oleh Albatros Force dari Jogja yang membawakan Hakuoki: The Rise of Kroco. Ada yang unik dari penampilan Albatros Force. Mereka tampil dengan menggunakan bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia seperti bahasa jawa, bahasa jawa ngapak, bahasa batak, bahasa madura dan beberapa bahasa daerah lain.Ibnu Ardianto menambahkan, panitia berharap konsep acara ini dapat diterima khalayak sehingga dapat kembali terselenggara pada tahun berikutnya.