Ia pun membagi beberapa tips dan memberitahukan hal apa saja yang harus diperhatikan ketika menjadi seorang volunteer. Ia pun sangat mengapresiasi banyaknya kelompok-kelompok atau instansi yang membuka kesempatan untuk menjadi volunteer di Indonesia.
Berikut hal apa saja yang kami rangkum selama diskusi tersebut untuk menunjang kegiatan volunteer:
-
Jika terjadi bencana alam, selematkanlah diri sendiri baru orang lain.
Menurut Annisa, hal tersebut bukan berarti kita egois terhadap orang lain. Namun, jika diri kita selamat setidaknya kita tidak merepotkan orang lain bahkan bisa membantu orang-orang yang malah mendapat cidera.
-
Perhatikan barang apa saja yang sekirnya bisa menunjang atau berguna dalam proses evakuasi
-
Tahu dan mempelajari medan yang akan di hadapi.
-
Challenge dan obstacle
Perhatikan dan ingat misi kita disana apa saja lalu pikirkan kemungkinan-kemungkinan yang sekiranya akan terjadi
-
Do help with your capacity
Ingat kemampuan badan dan tenaga kalian dalam melakukan pertolongan. Jangan memaksakan jika memang sudah tidak sanggup. Jika tubuh kalian tidak mendukung, maka beritahu komandan atau siapaun yang memimpin misi dan mintalah pekerjaan yang sesuai dengan diri.
-
Perhatikan kondisi badan saat bekerja, jangan sampai malah kita yang membebani kelompok. Yang harusnya kita menolong korban akhirnya malah kita yang ditolong.
-
Selalu siapkan emergency food dan mengantisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
Nah, bagi kita yang masih awam dalam menghadapi bencana yang tak terduga, ada tips yang perlu dicatat dan di ingat agar berguna jika terjadi bencana yang tidak di duga:
-
Jangan panik
“Ketika panik kita bisa sakitin orang lain” ia memberitahu.
Maksudnya, saat bencana terjadi sebisa mungkin jangan menampakan kepanikan hal tersebut dapat memengaruhi mental orang-rang di sekitar bahkan diri sendiri. Misalnya, jika kita panik saat terjadi gunung meletus kita berhamburan keluar ruangan sambil berlari tanpa mempedulikan sekitar tahu-tahu ada orang lain yang berusaha menyelamatkan diri mengendarai kendaraan bermotor lalu menabrak kita itu akan menghambat proses evakuasi dan bisa merugikan diri sendiri juga orang lain.
Annisa juga sedikit membandingkan bagaimana orang Jepang dan orang Indonesia menghadapi hal tak terduga seperti ini, dan penjelasannya cukup mencengangkan.
Ia mengatakan, kalau orang Indonesia ketika terjadi bencana alam langsung mengambil gambar melalui smartphone baru menyelamatkan diri. contohnya pada saat Gunung Sinabung meletus sebelumnya sempat tersebar sebuah video yang menunjukan kejadian bencana alam tersebut dimana para murid SD setempat berhamburan tanpa arah tujuan tanpa dibimbing seorang guru pun. Sedangkan kalau di Jepang, jika terjadi gempa atau bencana yang lainnya para kakak kelas menghampiri adik kelasnya sambil membimbing mereka berbaris keluar ruangan sambil bernyanyi. Hal tersebut akan meminimalisir dampak pada mental anak untuk tetap tenang, dan mungkin hal tersebut dapat juga diterapkan pada orang-orang di Indonesia.
-
Menggunakan Hastag atau tanda pagar
Ia membagi pengalaman ketika menjadi volunteer saat gempa di Chili sebelum gempa di Jepang, saat itu korban yang jatuh terbilang sedikit dengan skala bencana alam yang terhitung cukup besar. Ternyata, tak ada salahnya kita menggunakan media sosial untuk membantu teman-teman yang terimbas atau menjadi korban.
Ia pun mengajak kepada masyarakat Indonesia untuk memanfaatkan sosial media unuk membantu teman-teman yang menjadi korban.
Jika kalian adalah korban, kalian buka sosial media apapun dan membuat status dengan tanda pagar yang teratur dengan penjelasan keadaan kalian.
Misalnya:
“#gempa #gempajakarta #kamarmandipantaiancol Saya dengan 5 teman saya terjebak di dalam kamar mandi pantai ancol salah satu diantara kami terluka tertimpa kran yang jatuh dan butuh p3k.”
Jika kalian berada di tempat lain yang sama sekali tidak terkena imbas dari bencana tersebut, kalian bisa membantu dengan me-retweet atau tagging pihak-pihak tertentu seperti polisi, PMI atau Tim SAR.
Hal tersebut bisa membantu untuk meminimalisir korban yang berjatuhan ketika terjadi bencana alam.
Di akhir diskusi, mediator membuka pertanyaan bagi audiens yang hadir pada acara talkshow tersebut. Lalu kami tertarik pada pertanyaan yang diajukan mengenai langkah pemerintah Jepang untuk pemulihan kota. Annisa sempat menyinggung mindset orang Indonesia dan orang Jepang saat menanggapi fenomena alam yang ternyadi.
Menurutnya, orang Indonesia ketika mendapatkan musibah pasti berpikir bahwa bencana tersebut datangnya dari Tuhan beserta opini-opini lainnya yang merebak. Sementara untuk warga Jepang, ketika mereka mendapatkan musibah, sepenuhnya menyalahkan kepada pemerintah. Warganya sendiri menyalahkan karena pemerintah tidah membangun dinding yang tinggi atau tidak menyediakan alat penyelamat yang memadai atau himbauan kepada masyarakat yang kemudian setelah kejadian itu pemerintah mulai membangun dan menata kota kembali dengan langkah awal mensuport para volunteer yang ingin membantu misalnya dalam menjangkau tempat tersebut mereka memberikan diskon hampir 50% untuk tiket transportasi. Sangat disayangkan kalau di Indonesia ketika terjadi bencana alam setidaknya kita harus menyiapkan 1 juta rupiah untuk sekali perjalanan, itu pun tidak menjamin alat transportasi yang digunakan bersedia mengantar kita ke tempat bencana.
Nah demikian liputan kami mengenai gambaran Volunteer dalam bidang sosial, semoga dengan ini dapat menggugah kalian untuk berperan serta dalam mengikuti kegiatan sosial ya.
(All images: Japanese Station/ THE 1993)