Berita Jepang | Japanesestation.com

Delapan pasien telah meninggal dunia setelah menderita infeksi bakteri yang tahan terhadap beragam obat-obatan di sebuah rumah sakit di Kagoshima, di barat daya Jepang, di mana tujuh orang pasien lain juga terinfeksi bakteri yang serupa, menurut rumah sakit tersebut, Jumat lalu (3/8/18).

Dari 15 pasien yang terinfeksi, MDR Acinetobacter terdeteksi pada 5 pasien yang masuk RS antara April tahun lalu dan April tahun ini, dan sebuah bakteri dengan ciri-ciri yang serupa terdeteksi dari 10 pasien yang masuk sejak September 2016, menurut RS tersebut.

8 Orang Meninggal Di Rumah Sakit Jepang Setelah Terinfeksi Bakteri Yang Tahan Terhadap Obat-obatan
Source : https://mainichi.jp/english/articles/20180803/p2g/00m/0dm/071000c

MDR Acinetobacter dapat menyebabkan infeksi serius di paru-paru dan darah di wilayah tubuh lain dan sulit untuk diobati karena tahan terhadap sebagian besar agen antimikroba yang ada. Bakteri ini dapat ditemukan pada kulit manusia dan tempat lain di lingkungan yang lembab, dan dikatakan bahwa pembersihan tempat-tempat tersebut dengan dengan alkohol dapat membantu mencegahnya

Infeksi di rumah sakit oleh MDR Acinetobacter sering mengambil nyawa mereka yang dirawat di rumah sakit untuk penyakit lain di masa lalu.

Antara Februari 2009 dan Oktober 2010, 60 orang di Rumah Sakit Universitas Teikyo di Tokyo terinfeksi MDR Acinetobacter dan 35 di antaranya meninggal.

Empat orang juga meninggal di Rumah Sakit Universitas Fukuoka di Jepang barat daya antara Oktober 2008 dan Januari 2009 setelah terinfeksi.

"Kami akan mempertimbangkan untuk memeriksa rumah sakit berdasarkan undang-undang perawatan medis," kata menteri kesehatan Katsunobu Kato dalam menanggapi kemunculan terbaru bakteri ini.

Pada 2017, Organisasi Kesehatan Dunia mencatat Acinetobacter di antara patogen yang tahan terhadap antibiotik yang menimbulkan "ancaman terbesar bagi kesehatan manusia."

Bakteri, di antara kelompok prioritas utama, menimbulkan ancaman tertentu di rumah sakit dan rumah jompo, dan dapat menyebabkan infeksi yang parah dan sering mematikan, menurut organisasi.

WHO mengatakan resistensi antimikroba, secara umum, menyebar melalui penyalahgunaan dan penggunaan antimikroba yang berlebihan. Untuk mengatasi resistensi, organisasi tersebut menghimbau pencegahan infeksi yang lebih baik dan penggunaan antibiotik yang tepat pada manusia dan hewan.

Pada 2013, Jepang berusaha mengurangi penggunaan antibakterinya hingga dua pertiga tingkat saat itu, sampai sebelum tahun 2020.

Featured image : Independent