Berita Jepang | Japanesestation.com

Film ini juga boleh dibilang tidak sebanding dengan hype-nya, dan diganggu oleh permasalahan-permasalahan minor yang cukup mengganjal, seperti misalnya, rambut. Pada bagian awal film, diperlihatkan adegan Ed dan Al kecil, di mana rambut mereka terlihat sekali dicat…menggunakan cat rambut semprot yang pengaplikasiannya tidak merata. Hal ini, yang muncul tidak sampai 5 menit sejak film dimulai, sukses membuat penulis berhenti menonton. Pada adegan-adegan lain, rambut beberapa tokoh yang menggunakan wig nampak tidak wajar dan aneh. Seragam militer Amestris dalam film ini dibuat dengan detail yang baik, namun di beberapa tokoh malah terlihat longgar, alih-alih menunjukkan kesan gagah. Belum lagi beberapa property dan tempat yang terlihat sekali ‘staged’ dan tidak alami.

 

Ketiadaan beberapa tokoh juga cukup mencolok, misalnya tidak dimunculkannya anggota tim Roy Mustang di militer selain Riza Hawkeye dan Letnan Dua Ross, ketiadaan Homonculi lain selain ketiga yang disebut di atas, tidak ditunjukannya sang Fuehrer meskipun namanya sempat disebut, atau yang lebih parah: karakter yang jika melihat situasi yang disajikan, seharusnya sudah muncul, namun tidak ada.

Satu hal lagi yang menggangu dalam live-action ini adalah bahwa menyaksikan adegan di mana Nina Tucker menjadi Chimera dalam live-action ini adalah jauh lebih menyebalkan dibandingkan melihat adegan yang sama di manga dan anime-nya, meskipun setelahnya hal tersebut sedikit terobati dengan melihat adegan Ed menghajar habis Shou Tucker dengan pukulan-pukulannya.

Tentu saja, tidak semua yang disajikan dalam film ini adalah medioker. Jika ada hal yang menjadi redeeming points untuk film ini menurut penulis, adalah tokoh Maes Hughes. Cara Ryuta Sato memerankan sisi ceria dan baik hati , serta perhatianya pada sang istri (yang termasuk salah satu tokoh dengan wig mencolok) yang diperlihatkannya kepada Ed, Al dan Winry sukses membuat tokoh ini seakan keluar langsung dari manga dan anime-nya.

Satu lagi redeeming points dari film ini adalah Tsubasa Honda. Chemistry antara Winry dengan Ed, khususnya pada saat mereka bercanda di dalam kereta berdua, terasa sangat jujur dan apa adanya, serta sangat alami dan tidak dibuat-buat. Ini adalah adegan favorit bagi penulis. Selain itu, siapa sih, yang mau menolak pesona manis Tsubasa Honda?

Film live-action ini diakhiri dengan ending yang dapat dibilang kurang memberikan konklusi, dan mungkin membuat penonton merasa bahwa “masih ada lanjutannya” dan “perlu dibuat sekuelnya”. Pertanyaannya sekarang, apakah film ini layak untuk dibuatkan sekuelnya? Silakan tonton, dan ceritakan pendapat kalian mengenai film ini di kolom komentar ya!

(All images: Fullmetal Alchemist Movie Official Website)