Berita Jepang | Japanesestation.com

Sudah sewajarnya ayah menjadi panutan bagi anak-anaknya, terutama anak laki-laki. Kebiasaan seperti bekerja, lembur, minum-minum, mengemudi dan lainnya sudah menjadi hal yang wajar bagi para pemuda di Jepang. Namun, hal ini sudah tidak menjadi kebiasaan yang mutlak lagi bagi generasi pemuda di Jepang sekarang.

Walau generasi tua menganggap kebiasaan seperti ini adalah simbol dari kedewasaan, kini cara pandang dan pola pikir pemuda Jepang mulai berubah dan hal ini mempengaruhi banyak perindustrian yang ada di Jepang.

Salah satu contoh industri yang terpengaruh adalah industri dasi. Dasi dianggap sebagai simbol kedewasaan bagi orang Jepang. Namun berbeda dengan generasi tua, pemuda Jepang sudah jarang membeli barang yang satu ini. Mereka lebih menganggap dasi sebagai pengikat dari perusahaan yang nantinya akan membuat mereka tertekan.

Kini pemuda di Jepang juga lebih banyak yang membangkang kepada bosnya, hingga berani untuk melawan perintah perusahaan demi penempatan ulang atau transfer kerja. Berdasarkan proyek penelitian yang dilakukan oleh universitas Chuo, mengenai keseimbangan kehidupan bekerja dan keanekaragaman, sebanyak 42% pekerja pria berani melakukan apapun termasuk mengudurkan diri untuk menghindari transfer kerja.

Sebanyak 39,8% pria usia 20-an adalah "non-drinkers" atau bukan peminum yang sama sekali atau hampir tidak pernah pergi ke pub dalam penelitian lain yang dilakukan oleh situs Wine WineBazaar.

Pria berumur 29 tahun, Sho Hosomura, mengungkapkan, "Saya tidak ingin pergi minum dengan bos atau kolega saya di kantor, tetapi saya pergi minum apabila dengan teman."

Ketika ditanya seberapa sering ia menjawab, "Saya pergi sekali atau mungkin dua kali dalam satu bulan. Biasanya saya meminum dua atau tiga 'chu-chai' (minuman shochu dengan campuran beras dan buah). Mungkin tiga. Tapi hanya beberapa waktu."

Hosomura juga berkata, "Saya rasa sudah tidak ada lagi orang yang banyak minum seperti apa yang dilakukan orang zaman dulu." Dia juga mengungkapkan bahwa orang-orang sudah lelah dengan tekanan yang ada saat kerja sampai di mana para bos tidak lagi mengajak bawahannya untuk minum karena mereka sudah tahu jawaban yang akan diberikan.

"Saya tidak yakin lagi kalau di Jepang masih ada pekerja fanatik yang mengesampingkan segalanya demi perusahaan," jelasnya. "Setelah perang dunia kedua, Jepang harus membangun kembali segalanya dengan cepat dan semua orang bekerja dengan keras. Itu adalah orang-orang yang hidup di generasi kakek saya yang selanjutnya berlanjut ke generasi ayah saya. Akan tetapi cara pikir seperti itu sudah tidak ada lagi."

Dia berkata, "Kami menganggap siapa saja yang mempekerjakan pegawainya dalam waktu kerja yang sangat lama merupakan 'black company' yang membuat pegawainya hingga karoshi." Karoshi sendiri adalah sebuah fenomena di mana seorang pekerja meninggal karena terlalu banyak bekerja.

Perubahan cara pandang pemuda di Jepang terhadap tren minum-minum juga sangat mempengaruhi industri minuman di Jepang baik perusahaan kecil maupun besar. Akan ke manakah arah generasi muda di Jepang ini? Apakah akan membaik atau memburuk? Bagaimana menurut kalian?