Berita Jepang | Japanesestation.com

Semakin banyak orang tua Jepang menghadiri acara perjodohan dalam usaha menikahkan anak mereka, khawatir anak-anak mereka akan menjadi bagian dari segmen populasi yang hidup melajang selama hidupnya. Meskipun perjodohan karena alasan politik atau keuangan biasa terjadi di masa lalu, akhir-akhir ini para orang tua di Jepang melakukan kerja keras untuk menemukan seseorang yang benar-benar disukai putra atau putri mereka melalui perantara.

Dengan berbekal profil anak-anak mereka, lebih dari 60 orang tua bergabung dalam acara perjodohan baru-baru ini yang diselenggarakan di sebuah hotel di Tokyo pada pertengahan Januari, yang diselenggarakan oleh penyedia bisnis perjodohan bernama Living Mariage. Setelah dengan hati-hati memeriksa detailnya, mereka menghabiskan waktu untuk berbicara dengan orang tua lain tentang potensi kecocokan kedua anak mereka. Terkadang mereka juga perlu mengantri untuk melakukannya.

Sachiko Fukazawa, 64, yang datang untuk mencari pasangan untuk putrinya yang berusia 38 tahun, mengatakan, "Saya ingin anak perempuan saya menemukan seseorang yang dapat hidup dalam hubungan yang saling mendukung. Dia sendiri sibuk bekerja, jadi saya datang ke sini untuk meningkatkan peluangnya. "

Dia menambahkan bahwa dia berharap bertemu dengan orang tua yang memiliki kesamaan dengannya, "Karena akan sulit untuk memiliki mertua yang sangat berbeda dari kami," katanya.

Orang Tua di Jepang Menghadiri Acara Perjodohan Untuk Mencari Jodoh Bagi Anaknya
(image : Kanpai!)

Jika kedua belah pihak setuju, peserta dapat bertukar rincian kontak mereka dan membawa profil ke rumah untuk menunjukkannya kepada anak mereka. Kemudian, jika mereka setuju, mereka mungkin akan mulai berkencan.

Hanya orang tua yang mendapat persetujuan terlebih dahulu dari anak-anak mereka yang dapat menghadiri pesta tersebut. Acara perjodohan ini berlangsung sekitar dua jam dan menghabiskan biaya masing-masing 10.000 yen.

Acara perjodohan untuk orang tua telah dilaksanakan lebih dari satu dekade, namun belakangan ini permintaan pengadaan acara semakin meningkat. Living Marriage sekarang mengadakan pesta tiga sampai empat kali dalam sebulan, naik dari rata-rata sebulan sekali pada tiga tahun yang lalu.

Pada tahun 2017, perusahaan mengadakan 40 sesi perjodohan yang menghasilkan sekitar 2.000 peserta.

"Di masa lalu, orang tua atau tetangga akan mengenalkan seseorang yang cocok untuk orang-orang yang mencapai usia menikah. Ada juga beberapa mak comblang yang disebut nakodo. Tetapi belakangan ini, sulit bagi banyak orang untuk menikah," kata Naoya Hirano, yang mengepalai Living Marriage.

"Keuntungan terbesar dari pesta perjodohan untuk orang tua adalah mereka dapat bertemu calon mertua terlebih dahulu dan mendapatkan gambaran umum tentang pandangan dan nilai keluarga. Jadi jika anak mereka menyukai satu sama lain, ada kemungkinan besar mereka akan menikah yang berlangsung lancar tanpa adanya orang tua yang keberatan, "katanya.

Orang Tua di Jepang Menghadiri Acara Perjodohan Untuk Mencari Jodoh Bagi Anaknya
(image : japan times)

Menurut riset kondisi kerja yang tidak stabil dan pendapatan rendah, menyebabkan lebih banyak orang memilih untuk tetap lajang sehingga dapat mengejar kepentingan mereka. Sehingga tingkat kelahiran pun menurun drastis.

Meski begitu, orang tidak kehilangan minat dalam menikah. Menurut sebuah survei terpisah oleh lembaga yang sama pada tahun 2015, hampir 90 persen pria dan wanita lajang berusia antara 18 dan 34 menyatakan keinginan mereka untuk menikah satu hari nanti.

Masahiro Yamada, profesor sosiologi keluarga di Universitas Chuo, mengatakan, "Banyak orang Jepang, terutama mereka yang telah mencapai usia parental, tetap menghargai pernikahan sebagai cara untuk menjaga garis keluarga tetap berjalan dan mencapai stabilitas finansial."

Oleh karena itu banyak orang tua yang memiliki anak mencapai usia pertengahan terdorong untuk bertindak, mereka khawatir akan apa yang akan terjadi pada anak mereka setelah mereka meninggal.

"Banyak orang tua yang ingin menikahkan anak mereka dengan cara apa pun, karena terlalu menyakitkan bagi mereka untuk membayangkan anak-anak mereka meninggal sendirian," kata Yamada.

"Menemukan orang yang tepat seperti mencari berlian di padang pasir ,tapi saya akan terus mencari karena saya ingin anak perempuan saya menemukan seseorang yang bisa menemani dia sepanjang sisa hidupnya."

(featured image : Japan Times)