Berita Jepang | Japanesestation.com

Mendekati Novel Fiksi Modern Jepang

Novel fiksi kontemporer Jepang telah menikmati peningkatan popularitas di pasar Inggris. Untuk kamu yang baru mengenal novel fiksi modern Jepang, daftar buku di bawah ini dapat memberikan langkah awal untuk memulainya.

Para penulis yang ada dalam daftar ini adalah orang-orang yang patut diketahui; masing-masing memiliki gaya khas dan telah memberikan kontribusi yang signifikan pada kesusasteraan modern Jepang. Karena peristiwa dalam waktu tertentu telah membantu membentuk karakter dan memberikan bahan tulisan dalam karya mereka, para penulis ini didata secara kronologis.

Kesusasteraan Jepang di Pasca Perang Setelah Perang Dunia (PD) II, Jepang bertahan dengan susah payah untuk mengatasi kekalahan mereka di saat perang, kemiskinan, dan pendudukan pasca perang oleh Amerika. Literatur di masa ini mencerminkan situasi tersebut; dalam perbedaan signifikan dengan kesusasteraan Jepang di zaman-zaman awal, fiksi Jepang pasca perang menciptakan karya yang menunjukkan ketidakpuasan.

Karya yang paling terkenal dari Shohei Ooka, Fires on the Plain, diakui oleh masyarakat banyak sebagai novel Jepang yang paling penting di masa setelah PD II.

Inilah literatur Jepang terbaik bagian I: pasca Perang Dunia II
Fires on The Plain

Diinspirasi oleh pengalaman pribadi Ooka saat perang berlangsung, novel tersebut menceritakan seorang tentara Jepang yang berjuang untuk tetap hidup, bahkan terpaksa melakukan aksi kanibalisme.

Film Fires on The Plain (1959)

Buku ini, yang memenangi penghargaan Yomiuri Literary Prize pada 1951, mengemukakan pertanyaan-pertanyaan bermakna seputar kehadiran alami manusia dan konsekuensi psikologi dari perang.

Osamu Dazai menulis karya-karya yang suram dan penolakan terhadap makna hidup akibat perang. The Setting Sun menceritakan tentang penolakan dari sebuah keluarga aristokrat. Dalam novel ini, Dazai membicarakan secara khusus isu tentang masyarakat Jepang golongan tertentu yang kehidupan dan dunianya hancur saat perang.

Inilah literatur Jepang terbaik bagian I: pasca Perang Dunia II
The Setting Sun oleh Osamu Dazai

Dalam buku No Longer Human, Dazai menggambarkan Jepang pasca perang sebagai krisis dari identitas kebudayaan. Tokoh utama dalam novel ini adalah seorang pria muda yang tak puas dengan dirinya dan diasingkan oleh masyarakat.

Sangat disayangkan, Osamu Dazai memotong pendek hidupnya. Setelah tiga kali gagal bunuh diri, dia akhirnya meninggal setelah melakukan aksi bunuh diri ganda dengan istrinya pada 1948.

Yukio Mishima adalah penulis yang sudah menghasilkan 40 novel. Dia diakui sebagai salah satu dari penulis Jepang yang paling diakui di abad 20. Dengan penguasaan yang baik dalam penggunaan kata-kata, dia menghasilkan pemikiran yang tak biasa, memadukan antara dasar estetika modern dan tradisional saat menulis dalam bentuk penolakan hidup dan menuju pada tema yang menantang seperti seksualitas dan kematian.

Inilah literatur Jepang terbaik bagian I: pasca Perang Dunia II
Yukio Mishima

Para pembaca yang baru mengetahui Mishima dapat memulai dengan membaca karya pertamanya, Thieves, yang ia tulis pada 1946. Karya tersebut menceritakan tentang dua orang aristokrat muda yang melakukan aksi bunuh diri.

Karya lainnya yang direkomendasikan adalah Confessions of a Mask. Ditulis pada 1948, karya ini merupakan semi-autobiografi tentang pria homoseksual yang menyembunyikan dirinya yang sebenarnya di balik topeng agar mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat.

Yukio Mishima adalah nasionalis sayap kanan yang radikal. Pada 1970, dia melancarkan aksi coup d’etat (kudeta) dengan tujuan untuk mengembalikan kembali kekuasaan kaisar. Saat aksinya gagal, dia dengan tiba-tiba menghentikan hidup dan karirnya sebagai penulis dengan melakukan aksi bunuh diri sebagai bentuk protes.