Berita Jepang | Japanesestation.com

hachikin girl smile gakuen

Di tengah kesibukan dan keramaian yang di pusat perbelanjaan Ameyoko di distrik Ueno, Tokyo, satu suara menjadi pembeda dari kebanyakan pedagang yang terus berusaha menarik perhatian pembeli.

“Ibu-ibu, bapak-bapak, kami akan menyanyikan ‘I love yuzu’ dan ‘Tosa’s buntan,’ lagu soal buah-buahan khas produksi Kochi,” salah seorang member dari Hachikin Girls berteriak ke pengunjung yang hadir di Ameyoko Idol Gekijo theater.

Terinspirasi dari drama TV populer tahun lalu, para perancang acara menggunakan teater tersebut untuk mempromosikan grup idola daru dari seluruh penjuru Jepang dan hasil dari komunitas lokal mereka.

Meskipun distrik Akihabara, hanya berjarak 2 kilometer dari Ameyoko yang berada di selatan, di mana bermarkas AKB48 yang sangat berpengaruh, antusiasme pengunjung tetap tinggi untuk datang ke Ameyoko.

Selama penampilan Hachikin Girls pada pertengahan April di lantai kelima Ameyoko Center Building, sebagian penonton membawa alat dari kayu yang disebut “yosakoi naruko”, ketimbang menggunakan lightstick, seperti yang biasa digunakan pada konser-konser musik pop. Alat musik kayu tersebut mengeluarkan bunyi cetak-cetak selama festival terkenal di Prefektur Kochi, di mana grup itu berasal.

Grup idola yang mewakili Prefektur Kanagawa dan Tokyo, menyusul Hachikin Girls tampil dalam gedung teater itu, yang dapat menampung hingga 200 penonton.

Acara tersebut merupakan gagasan dari Masao Kamijo, pelaksana dari sebuah tokoh pakaian yang berada di sisi jalan Ameyoko, dan  AmeyokoNet Corp., sebuah perusahaan yang dibuat oleh outlet komersial di wilayah tersebut. Kamijo yang berusia 49 tahun merupakan direktur teater grup idola tersebut.

Smile Gakuen, sekelompok grup idola yang terdiri dari tujuh remaja, melakukan debutnya tiga tahun lalu  untuk memperkenalkan kawasan Ameyoko. Sayangnya mereka kalah saing oleh berbagai acara di Akihabara, yang merupakan markas dari AKB48, grup idola yang tenar di mana-mana.

Alasan utama mengapa Ameyoko muncul itu adalah saat serial TV Amachan ditayangkan oleh Japan Broadcasting Corp. (NHK)  yang memercikan kegilaan tahun lalu karena kemunculan grup-grup idola yang mewakili komunitas-komunitas provinsial.

 Drama itu memunculkan GMT47, a sebuah grup idola fiksi yang mewakili 47 prefektur yang memiliki teater sendiri di kawasan Ameyoko. Ameyoko Center Building, yang merupakan sebuah landmark di distrik perbelanjaan tersebut, juga muncul di dramanya.

Smile Gakuen sendiri memiliki teater seluas 300 meter persegi yang terletak benar-benar di dalam Ameyoko Center Building; yang baru saja selesai dibangun di bulan  Januari.  Panggung dan fasilitas-fasilitas akustiknya dipasang di sebuah ruangan kosong yang sebelumnya digunakan oleh sebuah toko golf.

Kamijo dan para rekannya berpikir bahwa para muda-mudi dan turis akan tertarik untuk menghadiri acara grup idola tersebut yang tengah berusaha mencari ketenaran nasional, sebagaimana terlihat di  Amachan.

Penonton dikenai harga masuk 1,500 yen ($15 atau sekitar Rp150.000) hingga 2,000 yen, tetapi teater tidak menarik biaya pendaftaran bagi para grup idola tersebut untuk tampil di sana.  Selain itu juga ada tempat gratis untuk perusahaan-perusahaan lokal dan para pejabat pemerintahan yang mendanai grup idola tersebut dan memperkenalkan produknya di dalam teater tersebut.

"Kami bisa membedakan diri kami sendiri dari Akihabara dengan dukungan yang kami tawarkan untuk grup-grup idola yang datang ke Tokyo," kata Kamijo.

Hachikin Girls muncul di  Tokyo sewaktu musim semi untuk menyebarkan namanya di kawasan metropolitan tersebut. Anggotanya ada empat orang, berusia antara 14 hingga 18, dan sekarang semuanya tinggal di pusat kota Tokyo.

"Ini sungguh merupakan sebuah kesempatan emas bagi kami, grup dari daerah, untuk mempromosikan diri dan memperluas fanbase," ucap Iria Hirata, pemimpin grup yang berusia 18 tahun itu.

Arisa Haneya, salah satu anggota Smile Gakuen yang berbasis di Ueno itu menambahkan: "Kami berharap bisa bekerja sama dengan grup-grup idola lainnya dari seluruh penjuru Jepang, untuk menjadikan Ueno suatu "tempat suci" seperti Akihabara."

“Kami berharap bisa menjadi tren di antara para muda-mudi untuk mengembangkan Ueno sebagai pusat dari grup idola, demi melanjutkan kesuksesan Akihabara,” kata Tomoyuki Shibata, presiden AmoyokoNet yang berusia 41 tahun itu. "Kami berharap bisa menggunakan hal tersebut sebagai katalis untuk menarik aliran pengunjung."

Akio Nakamori, seorang kritikus yang mengkhususkan diri pada kultur grup idola, berkata bahwa menjadikan nyata teater Ameyoko yang awalnya tempat fiksi di Amachan merupakan sebuah strategi menarik.  Dia juga menambahkan bahwa Ueno telah lama sekali menjadi gerbang masuk ke Tokyo bagi sejumlah orang yang baru saja tiba dari kawasan pedesaaan.

“Tambahan lagi, kemunculan grup idola tersebut bagaikan tongue-in-cheek (baca: guyonan) karena letaknya yang berdekatan dengan  distrik Akihabara. Persis seperti apa yang terjadi di drama TV," kata Nakamori yang berusia 54 tahun itu. "Inisiatif itu membantu perkembangan dari komunitas-komunitas lokal, tergantung dari situasi dan kondisi, seperti bagaimana pertunjukan tersebut dipentaskan."