Berita Jepang | Japanesestation.com

2a 041234600_1418376124-Doraemon-ggodbye

Dalam esainya yang sering dikutip bila membicarakan Doraemon dari sudut pandang ilmiah, Saya Shiraishi menekankan Doraemon sebagai bagian dari soft power Jepang. Budaya populer Jepang menjadi penguasa di berbagai negara lewat anime atau manga seperti Astro Boy, Dragon Ball hingga Doraemon.

Kali lain, saat majalah Time edisi Asia menobatkan Doraemon sebagai salah satu Pahlawan Asia (Asian Heroes) tahun 2002, Pico Iyer, penulisnya, menyebut karakter karya Fujiko F. Fujio ini sebagai "pahlawan paling menggemaskan di Asia." Ia memperingatkan setiap orang bakal terpikat melihat Doraemon.

Hm, benarkah klaim itu?

Doraemon jelas telah merambah dunia sebagaimana diklaim Saya Shiraishi dalam esainya tahun 1997. Begitu juga klaim Pico Iyer yang bilang di Time, Doraemon adalah ekspor Jepang paling imut nan menggemaskan.

Indonesia jelas sangat mencintai Doraemon. Sejak 1990, Doraemon menjadi bagian dari budaya pop kita. Sejak itu, tiada hari Minggu tanpa kehdiran Doraemon sampai-sampai muncul ungkapan, "Di dunia ini tidak ada yang abadi, kecuali Doraemon di Minggu pagi."

Yang Ngetop di Amerika

Bukti teranyar popularitas Doraemon di Indonesia adalah film teranyarnya, Stand By Me Doraemon yang kini sedang diputar di bioskop. Film itu menjadi film paling hot di akhir tahun ini. Tayang hanya di 20 layar, filmnya sudah ditonton 450 ribu orang selama sepekan.

Tentu, di negara-negara lain Doraemon juga populer. Di Hong Kong, misalnya, muncul komik tiruan Doraemon dengan nama dan tokoh Tiongkok. Di Eropa, Doraemon juga tak kalah populer.

2b Dragon-Ball-Z-Goku-hd-wallpapers

Namun, ternyata, ada satu wilayah yang tak bisa ditaklukkan robot kucing biru yang punya senyum lebar ini. Di Amerika Serikat, Doraemon konon kurang populer. Anak-anak Amerika ternyata lebih menyukai Dragon Ball atau Astro Boy. Buktinya, Hollywood sampai membuat film panjang versinya sendiri dari Dragon Ball dan Astro Boy (walau hasilnya bikin kecewa fans berat masing-masing).

Untuk film anime panjang pun, Hollywood lebih menaruh hormat pada film-film Studio Ghibli yang kreatornya, Hayao Miyazaki, kerap disebut Walt Disney-nya Jepang. Film-film Studio Ghibli yang berkualitas (Spirited Away bahkan meraih Oscar Film Animasi Panjang Terbaik!) sering dibandingkan dengan film-film Pixar.

Maka, pertanyaannya kemudian, kenapa Doraemon tak begitu populer di Amerika?

2c StandByMeDoraemon-head

Alasan Doraemon Kurang Ngetop

Koran Jepang Asahi Shimbun pernah menulis, Doraemon tak populer di AS lantaran kisahnya tak cocok dengan nilai-nilai yang dijunjung di Amerika. Para pakar industri budaya menengarai, ceritanya yang berfokus tentang ketergantungan Nobita pada alat-alat yang dikeluarkan dari kantung ajaib Doraemon.

2d 006748500_1418292263-dora-roti

Bagi masyarakat Amerika, sikap tak mandiri begini menyalahi norma etika yang berlaku dan dijunjung di sana, yakni sejak kecil bocah Amerika dibimbing untuk mandiri.

Namun, justru bagian itulah yang paling menarik dari Doraemon. Kelemahan Nobita adalah unsur yang membuat Doraemon bisa diterima di banyak wilayah lain. "Kelemahan atau ketakberdayaan Nobita justru memperlihatkan sisi manusiawi," kata Takahiro Inagaki, penulis buku Doraemon wa monogataru (Apa yang Ingin Dikatakan Doraemon), sebuah buku yang menafsirkan pesan-pesan dalam kisah Doraemon.

Kata tafsiran Saya Shiraishi, Nobita mewakili gambaran konsumen kreatif. Nobita menerima derita hidupnya sebagai anak-anak yang selalu diganggu anak lain, tidak pintar (ia hanya jago main gelang tangan), tapi juga tetap gembira, penuh semangat, dan imajinasi.

Dalam setiap episode yang seakan jadi formula baku, Nobita selalu menggunakan alat pemberian Doraemon di luar niatan awalnya. Seringkali percobaan Nobita berujung petaka. Tapi, keingintahuan dan optimismenya tak pernah hilang. Shiraishi menyimpulkan, “keingintahuan anak-anak, rasa bebas, dan pikiran jernih pada akhirnya akan menghasilkan beragam produk teknologi, yang dibawa Doraemon dari masa depan.”

Pico Iyer menyebut karakter Doraemon punya kelasnya tersendiri. Ia tak sekadar simbol (seperti Mickey Mouse) atau pun teman (seperti Winnie the Pooh). Iyer menulis, "Jika Bart Simpson mengatakan dan melakukan apa yang kita semua takut perbuat, Doraemon memberi kita apa yang kita impikan."