Berita Jepang | Japanesestation.com

Ada terapi tertawa untuk menghilangkan stres, tetapi di Jepang sebaliknya, orang-orang berkumpul dalam berbagai kelompok untuk membiarkan air mata mereka mengalir. 'Seminar menangis' ini diadakan oleh Takashi Saga, yang menyebut dirinya 'sommelier air mata' (sommelier adalah istilah untuk orang-orang yang ahli soal wine/anggur). "Memilih anggur yang cocok dengan makanan itu mirip dengan pekerjaan saya," katanya. "Saya memperkenalkan buku, film dan video yang menyentuh emosi orang-orang."

crying-seminars-Japan (1) "Menangis memiliki kesan yang tidak baik di Jepang," tambah Saga. "Orang-orang percaya bahwa Anda tidak harus menangis di depan orang lain, karena itu lemah." Jadi dua kali sebulan, Saga menyelenggarakan 'ruikatsu' - seminar menangis untuk sukacita. Ketika orang-orang menjadi emosional dan menangis, ia percaya bahwa beban kehidupan, ketegangan dan frustrasi mencair. "Tertawa hanya dapat melepaskan stres pada saat itu saja. Tetapi berbagai studi menunjukkan bahwa pelepasan stres dari menangis berlangsung selama seminggu. Menangis itu lebih baik bagi kesehatan fisik dan mental Anda." Ternyata Saga mungkin benar. Beberapa studi ilmiah telah membuktikan bahwa ketika kita menangis karena alasan emosional, air mata kita mengandung sejenis hormon yang dikeluarkan oleh tubuh selama stres fisik. Kebanyakan orang memulai sesi ini dengan wajah datar dan  jenis sikap seperti "ayo coba dan buat saya menangis". Namun kegiatan yang Saga rencanakan untuk kelasnya selalu memastikan bahwa tidak ada orang yang pergi dengan mata yang kering. Misalnya, sesi yang satu ini dimulai dengan narasi cerita tradisional yang menceritakan sebuah kisah sedih. Sesi ini diikuti oleh video berbagai adegan emosional dengan lagu Whitney Houston, "I Will Always Love You," diputar di latar belakangnya. Tak lama kemudian, semua orang di ruangan menangis. Aya Nemoto, seorang peserta, mengatakan: "Cerita tentang orang tua dan anak menyentuh emosi saya, dan saya tidak bisa berhenti menangis. Saya melepas stres saya di sini." "Saya menjadi sangat emosional dan tidak bisa berhenti menangis. Saya hampir sulit menangis di rumah, tapi saya menangis di sini," kata Kengo Tsuda.

"Ketika orang-orang menangis di sini, mereka selalu menunjukkan pada kami senyum yang lebar di akhir sesi," kata Saga.